<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Tuesday, July 22, 2008

Ceritanya Panjang.................

Minggu lalu boleh dikata sebagai minggu dengan frekuensi pernyataaan “ceritanya panjang” terbanyak dalam hidup saya. Bermula dari saat saya menerima sms dari kakak di Bandung “Dek, Oi akhirnya sekolah di B, tidak jadi di A. Ceritanya panjang, nanti saja kalau pulang diceritain.” Saya balas “apa ceritanya tidak bisa disingkat pakai sms atau telepon?” Jawabannya: “Nanti saja, ceritanya panjang.” Oi (Qorina), keponakan saya, baru masuk SD kelas 1 dan cerita tentang dia tidak jadi satu sekolah dengan kakak-kakaknya ternyata panjang.

Sore harinya, di sela-sela pekerjaan, ada teman yang curhat mendadak. Saya sudah menyediakan telinga untuk mendengar, tapi hanya mendapat kesempatan mendengar kurang dari lima menit karena ternyata “ceritanya panjang … titik” dan teman saya pun pergi. Dalam perjalanan pulang, saya bertemu teman lainnya. Sempat mengobrol seru dalam perjalanan menuju halte busway, tapi kemudian si teman berkata “nggak perlu diceritain deh, pokoknya ceritanya panjang.” Dalam busway saya duduk bertanya-tanya, mengapa sejak siang tadi saya tidak bisa mendengar satu cerita sampai selesai.

Pukul 7.30 malam saat tertawa-tawa sendiri melihat acara “Jail” di Trans TV, teman menelepon mengajak ke Cibubur besok pagi. Di telepon, dia juga sedikit bercerita tentang perubahan rencana penelitiannya, tapi ketika saya bertanya tentang alasannya, dia langsung membingkai ceritanya dengan kata-kata “wes, pokoknya ceritanya panjang.” Sesaat setelah mendengar kata-kata itu, saya tidak lagi berminat melihat acara-acara lucu di televisi. Saya langsung membombardir teman saya itu dengan berbagai pertanyaan supaya “cerita yang panjang” itu bisa saya dengarkan dengan utuh. Memang agak susah payah bertanya dan harus rela mengorbankan telinga sampai panas, tapi usaha saya berhasil. Alhamdulillah :P

Keesokan harinya, saat berkumpul di Cibubur, seperti biasa kami saling bertukar cerita. Sampailah pada giliran tuan rumah yang ternyata hari itu bercerita banyak hal. Namun beberapa ceritanya terpaksa berhenti di tengah jalan setelah adanya perkataan “udah deh ceritanya panjang” atau “untuk yang satu itu ceritanya panjang” atau “dah gitu aja, pokoknya kalau diceritain bakalan panjang”. Saya sudah berusaha bertanya-tanya, tapi sebagai tamu saya harus sopan dan tidak boleh minta penjelasan macam-macam untuk cerita-cerita yang katanya panjang itu. Beruntung saat itu peralatan karaoke sudah terpasang, dan saya pun bisa bernyanyi merdu lagu dari Ronan Keating yang berjudul “You say it best, when you say nothing at all.” :D

Setelah berkaraoke secara bergiliran selama lebih 4 jam (hah? Betul… 4 jam!), kami pun mengobrol lagi, dan tiba giliran saya yang ternyata masih memiliki kelebihan suara untuk bercerita panjang lebar. Tiba-tiba sampailah saat salah seorang teman bertanya “lantas kenapa, Lé, sampai sekarang belum punya pacar lagi?” Secara spontan saya menjawab “wah, ceritanya panjang.................”

posted by Leo at 13:53

Saturday, July 12, 2008

Liburan

Setelah ‘liburan’ dua bulan dari nge-blog, saya juga memutuskan sudah saatnya bagi saya untuk liburan dari segala kegiatan di Jakarta. Sayang, liburan kali ini hanya bisa memanfaatkan hari Sabtu dan Minggu atau harpitnas karena saya belum boleh ambil cuti setelah ‘cuti’ 3.5 tahun dari kantor.

Awalnya saya merencanakan liburan-liburan singkat di bulan Maret, atau April, atau Mei. Namun kesibukan di kantor sangat menyita waktu dan tenaga sehingga semangat liburan sudah terkuras habis. Saat akhir pekan pun lebih banyak diisi dengan istirahat di rumah. Kalaupun ke luar rumah, saya hanya sempat melihat beberapa pameran di seputar Jakarta atau beberapa film. Setelah itu, saya lebih banyak membayar tidur atau membenahi rumah. Kebiasaan ’pulang’ ke Bandung yang dulu bisa dilakukan satu bulan sekali, sekarang hanya bisa dilakukan 2-3 bulan sekali. Saat bulan Juni datang, sudah terbayang rencana membawa keponakan-keponakan ke Dunia Fantasi, atau membawa mereka ke pemandian air panas di Garut, atau berarung jeram di Citarik. Lagi-lagi gagal, karena dalam sebulan saya mendapat tugas ke luar kota.

Namun saya masih merasa beruntung karena diberi tugas ke Medan dan Batam yang belum pernah saya kunjungi. Pengalaman selama di Medan dan Batam sebenarnya tidak terlalu istimewa. Saat ke Medan, lalu lintas sempat macet karena adanya demo yang menolak kenaikan BBM. Namun setelah lalu lintas lancar kembali, sang supir begitu semangat membawa mobil sambil menyalip semua mobil yang ada di depannya, termasuk lampu lalu lintas yang sudah berubah merah. Saya juga tidak sempat melihat kota Medan secara utuh karena hari diguyur hujan. Saat saya meminta referensi tempat makanan khas Medan kepada receptionist hotel, rekomendasinya tidak jauh dari rumah makan Minang yang diklaim sebagai penjual makanan asli Medan. Rekomendasi lainnya yaitu toko yang menjual kue bika Ambon-Medan, bolu gulung dan sirup markisa/terong belanda. Saya jadi rindu Jakarta.

Pengalaman di Batam tidak jauh berbeda. Ada beberapa hal yang menurut saya agak menganggu. Pertama, semua barang di hotel dihargai dengan dollar Singapura. Kedua, saya bertemu sekelompok orang Yogya yang melaksanakan rapat, dengan peserta orang Yogya saja, begitu jauh dari tempat asalnya. Lalu, saat membeli parfum, ternyata koleksi yang mereka miliki tidak selengkap di Jakarta, dan harganya hanya berbeda Rp 30-80 ribu saja dibandingkan dengan harga di Jakarta. Saran untuk membeli parfum di Batam rasanya kurang pas karena perbedaan harga yang tidak signifikan. Akhirnya saya hanya membeli di counter parfum di hotel. Saya juga agak kurang nyaman dengan tata kota Batam yang tercerai-berai, dengan layanan taksi yang tidak memakai argo dan angkutan umum yang terbatas. Beberapa mall memang tampak megah, mewah dan besar, tapi cukup sepi. Saya merasa sedang berada di tempat yang serba tanggung. Malam harinya, saya hanya menghabiskan waktu di hotel. Untuk makan malam, saya hanya berjalan lima menit ke McDonald yang menurut saya cukup identik dengan pola pengembangan Batam: instant. Satu saja yang saya tidak sependapat dengan beberapa komentar pengunjung Batam yang tercantum di website tentang review hotel-hotel di Batam: orang Batam ternyata cukup ramah kepada tamu. Hanya saja, mereka tahu harus berbuat apa jika menghadapi tamu yang pelit dan telalu cerewet ;-).

Tugas ke Yogya dan Bandung dalam bulan ini mungkin akan saya lewatkan karena saya pikir sudah terlalu sering mendapat tugas ke dua tempat ini. Saya hanya ingin pergi sendiri, tenang, tanpa tugas, sehingga bisa mengekplorasi dan menikmati tempat baru dengan sepenuh hati. Saya juga ingin bisa sekedar duduk-duduk di beranda hotel, sambil membaca atau tertidur, dengan hembusan angin laut dan pemandangan berwarna hijau dan biru yang menyegarkan di depan.

Semula saya ingin berkunjung ke Balikpapan atau ke Samarinda, menonton PON ke-17. Namun saya menemukan bahwa tarif hotel di Samarinda sudah berlipat tiga, dan penerbangan ke sana penuh. Selain itu, hanya sedikit hotel saja yang bisa saya akses melalui kartu membership, dan hotel-hotel itu tidak memiliki pemandangan pantai. Akhirnya saya memutuskan pergi Lombok karena ada hotel yang menawarkan pemandangan sesuai dengan impian saya. Ingin rasanya pas ke Lombok, Hani atau Dewi sekeluarga sudah ada di Lombok, jadi sekalian bisa mengunjungi mereka. Tapi keinginan untuk segera liburan di akhir bulan ini tampaknya tidak bisa ditunda. Jadi... Lombok, here I come!

posted by Leo at 10:00

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004