|
Saturday, October 18, 2008 |
|
Berpacu dalam Krisis
Tanda-tanda akan datangnya kesibukan yang luar biasa sudah saya rasakan sebelum lebaran. Dua hari sebelum libur bersama di mulai, hampir setiap menit di kantor merupakan waktu yang sangat berharga untuk menyelesaikan pekerjaan, yang datang seolah tiada henti. Akhirnya saya bisa bernafas lega karena bisa mengakhiri masa kerja sebelum lebaran tepat waktu.
Liburan lebaran memang singkat tapi cukup menyenangkan karena lebaran tahun ini dipenuhi tamu. Lebaran tidak lagi sesepi biasanya, terutama setelah orang tua tidak ada. Keponakan juga tampak senang dengan baju baru dan uang pemberian dari banyak orang. Beberapa teman lama juga menyempatkan datang berkunjung, sehingga saya tidak perlu berkeliling :D. Pada lebaran kedua, saya mengajak keponakan-keponakan yang masih kecil untuk menonton bioskop film Laskar Pelangi. Pengelaman pertama kali menonton di bioskop sangat menyenangkan mereka. Namun saya harus keluar ruangan tiga kali selama film itu diputar untuk mengantar satu keponakan yang ingin pipis.
Libur lebaran menjadi selingan menjelang datangnya kesibukan baru. Lebaran kedua, malam, saya sudah tiba di Jakarta dan menerima bertubi-tubi missed call dan sms. Intinya, saya diminta menyiapkan bahan untuk rapat pada hari minggu, sementara dua atasan saya masih berada di kampung dan tidak bisa datang. Saya menyempatkan hari Sabtu pagi untuk mengunjungi dua Bulik di Bekasi sebelum menuju kantor dan bekerja sampai pukul 18.30. Hari Minggu, saya hanya beristirahat sebelum kembali berpacu dengan pekerjaan sejak Senin 6 Oktober sampai kemarin.
Perubahaan kondisi ekonomi dalam mengantisipasi krisis sudah membuat saya harus bisa mengatur waktu dengan baik, menyimbangkan antara kebiasaan saya pergi berolah raga dan makan secara teratur, dengan pekerjaan yang memiliki tengat waktu dalam hitungan jam dan menit. Sempat suatu kali saya baru sempat makan malam 10 menit menjelang jam 1 pagi karena pekerjaan baru selesai jam 00.30. Atau saat saya makan malam, panggilan untuk menyiapkan bahan/ulasan datang dan harus segera diselesaikan. Belum lagi, permintaan tidak saja datang dari atasan langsung, tapi dari atasan di beberapa bagian lain, sehingga sekarang saya seperti bekerja untuk banyak bos. Berpacu dalam krisis tidak saja dirasakan oleh banyak orang di belahan dunia barat, namun juga oleh orang-orang seperti saya.
Sebagian besar komponen dalam pola hidup saya memang sudah terbiasa menyesuaikan dengan beban pekerjaan yang berat karena saya termasuk orang yang senang bekerja. Namun saya tetap perlu waspada mengenai pola makan dan tidur. Dalam keadaan sibuk, saya biasanya cenderung ngemil. Saat otak bekerja, mulutpun ikut bekerja. Selain itu, malam-malam saya akan lebih banyak diisi oleh mimpi bekerja dan rapat :P. Beruntung di pagi hari, saya masih sempat berolah raga, yang menjadi penyeimbang dan selingan yang menyehatkan. Tanpa olah raga, pikiran saya hanya tertuju pada bentuk-bentuk kompensasi dari kesibukan bekerja. Semoga semua pekerjaan masih dapat saya tangani dengan baik, dan semoga saya bisa tetap sehat dalam menjalankannya.
posted by Leo at 10:39
|
|
|
|
|
|
Tuesday, September 30, 2008 |
|
Zakat untuk Sesama
Akhir-akhir ini saya kembali menggunakan layanan busway dalam perjalanan pulang, kemudian disambung sekali dengan metromini. Sering saat berjalan menghampiri metromini, saya melihat seorang ibu sedang mengasuh tiga anaknya duduk di depan pagar kantor PLN. Pakaian mereka lusuh. Sang Ibu tampak sedang menimang bayi dan beruha menidurkannya. Dua anaknya yang lain, sekitar berumur 1-3 tahun tampak riang mengobrol dengan ibunya atau memperhatikan berbagai macam kendaraan berlalu-lalang sambil bermain ranting atau botol minuman mineral bekas. Suatu saat saya menemukan sang Ibu sedang menggendong bayinya yang sudah terlelap, dan menjaga dua anaknya yang lain yang juga terlelap beralaskan kardus di tengah hiruk-pikuk jalan yang padat kendaraan dan orang yang lalu-lalang.
Melihat mereka saya merasa kasihan dan ingin menyumbang, tapi mereka sendiri tampak tidak pernah meminta-minta. Mereka seolah sibuk dengan diri mereka berempat. Terkadang saya melihat ada seonggok karung yang sudah penuh terisi barang bekas/hasil pungutan, sehingga saya berpikir mungkin ibu dan ketiga anaknya ini menunggu sang bapak yang masih mengumpulkan barang-barang bekas tidak jauh dari situ, meskipun saya belum belum pernah melihat sang bapak. Kesimpulan ini mungkin benar karena di jalanan lain, seperti di sekitar komplek DPR di Kalibata, di belakang Masjid Sunda Kelapa, di sekitar Pasaraya Manggarai, di sekitar jalan Menteng Raya dan Cikini, atau di jalan Proklamasi, saya sering melihat sepasang suami istri mendorong gerobak penuh barang bekas, dengan anak-anak mereka yang masih kecil berjalan beriringan atau duduk di atas gerobak. Terkadang saya melihat seorang ibu menggelar tikar di samping gerobaknya saat menjelang waktu Isya di jembatan jalan Halimun, Menteng; atau dalam perjalanan saya ke gym di pagi hari, saya sempat melihat seorang nenek tidur di trotoar beralaskan kardus, sementara di gerobaknya ada seekor anjing betina sedang menyusui dua ekor anaknya.
Orang-orang yang saya amati memang miskin, namun mereka bukan pengemis. Dengan keterbatasannya, mereka tetap berusaha dan bekerja. Mereka sebenarnya bisa diberdayakan karena mereka sudah memiliki modal kemauan untuk berusaha. Bagaimana caranya? Mungkin salah satunya bisa melalui zakat profesi yang pelaksanaannya sampai saat ini, menurut survey lembaga zakat, masih jauh dari tingkat optimal. Zakat profesi yang dikeluarkan secara berkala dan disalurkan melalui lembaga pengelola zakat, insya Alloh, bisa menjadi benih-benih yang bermanfaat bagi orang-orang yang memiliki kemauan berusaha dan membutuhkan pekerjaan yang lebih layak. Seperti tulisan saya tahun lalu, saya ingin mengajak semua rekan-rekan untuk giat berzakat. Tidak terbatas di saat bulan Ramadhan, karena zakat itu benar-benar membahagiakan :-).
posted by Leo at 11:22
|
|
|
|
|
|
Friday, August 08, 2008 |
|
Somebody Save Me
“Somebody save me Let your waters break right through Somebody save me I don't care how you do it Just save, save Come on I've been waiting for you” (Save me by Remy Zero, Smallville theme song)
It’s complicated. Kata-kata ini sering saya baca bila sedang berselancar di dunia maya. Kata-kata tersebut juga saya rasakan bila mencoba memahami jalan cerita dari serial favorit saya: Smallville. Dulu saat berada di NZ, saya hanya melihat serial ini sesekali, saat menjelang tidur. Sekarang, hampir setiap malam saya tonton karena jalan ceritanya terus berkembang dan semakin jauh dari cerita Superman yang asli. It’s becoming more complicated.
Sebagai seorang ‘superhero in the making’, Clark Kent masih tampak begitu naïf dalam membuat keputusan dan bertindak, terutama saat menghadapi masalah serta sikap dan tindakan orang lain, termasuk dalam hubungannya dengan Lana Lang. Sometimes, it’s too complicated dan sudah membuat saya sebagai penonton setia agak kesal melihatnya. Faktor usia yang masih muda, pengaruh keluarga dan lingkungan tempat dia tumbuh, serta kebingungan akan status ke-manusia-annya mungkin bisa menjadi penyebab. Namun di sisi lain, keraguan seorang calon superhero bisa menggambarkan proses pendewasaan, sekaligus kenyataan bahwa seorang superhero pun masih membutuhkan orang lain. Clark Kent memang bisa mendengar, melihat dan bergerak menembus batas, tapi ada batasan dalam cara dia mengolah fakta-fakta dan kejadian di sekitarnya. Di sinilah Chloe begitu dibutuhkan sebagai seorang soulmate yang mengerti kekurangan dan kelebihan Clark Kent dan sebagai seorang sidekick yang cerdas dalam mengolah permasalahan dan solusi . Seorang Clark Kent juga bukan risk taker sejati, karakter khas dari Lois Lane; atau orang yang cermat, secermat Lionel Luthor dan Lana Lang dalam merencanakan aksinya.
Saat rahasia Clark Kent masih tersimpan rapi, dia merasa bahwa menyelamatkan orang lain merupakan tugas yang harus dia tanggung sendiri. Namun saat rahasia itu sudah diketahui sahabat dan orang yang dicintainya, dunia (jalan cerita) tidak lagi melulu berputar di sekitarnya, karena dunia juga mengandung jalan hidup (jalan cerita) orang lain. Dalam dua episode terakhir Season 7 Smallville juga diceritakan bagaimana Clark Kent bersikeras bahwa bukan dia yang harus diselamatkan. Sikap ini membuat orang-orang yang sudah mengetahui rahasianya menganggap dia begitu naïf karena mereka tahu seorang superhero pun memiliki kelemahan dan belum tentu bisa menyelamatkan diri sendiri.
Mungkin jalan cerita seorang Clark Kent ini tampak begitu biasa, namun seusai menonton serial itu, saya sering seperti mendapat pemahaman yang mengingatkan diri sendiri bahwa semua makhluk yang bernyawa dan berakal hanyalah seorang pengembara di dalam lingkungan ciptaan Sang Maha Kuasa yang teramat luas. Dalam perjalanannya, seorang pengembara belum tentu menemukan hal-hal yang baik dan membuatnya aman bertahan hidup. Diperlukan adanya keberanian untuk tetap sabar dan cermat dalam menghadapi cobaan, keberanian untuk mengambil resiko dan berkorban, dan keberanian untuk menerima uluran tangan orang lain bila banyak hal sudah di luar batas kemampuan sendiri. Adanya orang lain dalam hidup mungkin bisa membantu agar bisa terselamatkan dan bertahan hidup.
Pertanyaan selanjutnya bagi seorang pengembara yang tidak sempurna: apakah pada satu waktu memang ingin ‘diselamatkan’? ...Ragu... tidak yakin... dan bagi saya: it is still a complicated matter.
posted by Leo at 08:08
|
|
|
|
|
|