<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Monday, January 31, 2005

Dari Minggu ke Minggu

Tidak terasa satu bulan sudah hampir berlalu di tahun 2005. Banyak kejadian yang sudah saya alami, termasuk dalam delapan hari terakhir ini.

Minggu, 23 Januari 2005. Saya diundang BBQ di rumah teman dari USA. Mereka minta saya membuat lumpia karena saya pernah membawa lumpia saat diundang dinner bersama mereka tahun lalu. Tapi saya sengaja menyiapkan martabak untuk memberi cita rasa yang lain. Jam 3 sore saya sudah siap. Saat berjalan menuju halte bis, saya tiba-tiba terhenti. Sekitar 2 menit saya hanya berdiri mematung memandangi pepohohan di depan saya...merasa kosong, hilang semangat. Ragu-ragu apakah jadi pergi atau tidak. Bis sudah tampak menunggu di halte dan saya akhir memutuskan tetap pergi. Sepanjang perjalanan, perasaan saya tetap tidak enak. Ada rasa mual dan mengantuk. Ingin rasanya berhenti di tengah jalan dan kembali pulang, tapi saya malas berdiri, bahkan malas menekan bel tanda berhenti. Sampai di kota, ternyata lalu lintas macet, ada kebakaran besar. Saya pun hanya duduk terpaku di bangku terminal. Tidak ingin pergi ke acara BBQ dan hanya memandangi bis yang seharusnya membawa saya ke tempat BBQ lewat. Saya kembali pulang dengan membawa martabak yang masih hangat. Sampai di rumah, saya langsung tertidur, 3 jam lamanya. Terbangun saat maghrib, jam 9 malam. Saya shalat lalu makan martabak.

Senin. Rasa malas masih menjangkiti. Otak serasa sulit diputar untuk mengeluarkan kalimat-kalimat untuk ditulis. Sampai akhirnya teman mengajak menonton The Motorcycle Diaries. Semangat saya kembali muncul setelah menonton film ini. Truly inspiring. Melihat perjalanan dua sahabat menjelajahi Amerika Selatan, perjalanan dua orang yang berlainan karakter, perjalanan yang mempertemukan mereka dengan orang-orang yang merubah masa depan mereka. Film itu membuat saya kagum dengan tokoh Che muda yang rendah hati, kuat memegang prinsip dan memiliki empati kepada orang-orang yang kurang beruntung. Saya jadi teringat buku-buku yang pernah dikoleksi Alm. Bapak saya dulu.

Selasa malam. Saya serius memperhatikan iklan di tv. Jadwal tv hari Selasa malam merupakan yang terbaik dalam seminggu. Saya heran mengapa iklan belanja hadiah natal masih gencar. Mereka seolah menyuruh orang belanja sekarang untuk hadiah natal 11 bulan lagi. Weird. Lalu ada beberapa iklan yang unik:
  • Pegawai bank: "What's the first thing that makes you attracted to our home loan facility?" Si customer (seorang Ibu yang ditemani suaminya): "It reminds me with my husband." Pegawai bank: "Attractive?" Customer menjawab santai: "Cheap".
  • Lalu ada seorang anak perempuan dan ibunya yang tampak sedih dipisahkan dinding kaca. Mereka saling menempelkan telapak tangan mereka di kaca. Sang ibu memakai baju overall oranye seperti seragam narapidana. Si anak: "When'll you get out of here?" Si ibu menjawab dengan tersendat "Soon. I should get back." Si anak sedikit menjerit "I love you Momma." Sang ibu: "I love you too, darling. Hhh" Si ibu segera berbalik dan membersihkan bathtub dengan cairan pembersih yang di-iklankan. Pertama melihat iklan ini, saya mengira si ibu ada di penjara, ternyata cuma mau menyikat kamar mandi. Sialan, tapi iklan seperti ini cukup cerdas.

Rabu, tidak ada yang istimewa. Saya hanya menonton film Where the Heart Is dengan pemain Asley Judd, Natalie Portman, Stockard Channing dan James Frain. Film tentang seorang gadis yang hamil, tinggal dan melahirkan di department store. Film keluarga yang cocok untuk penonton ibu-ibu dan para gadis, tapi ternyata saya suka dan menontonnya sampai habis. Satu quote yang bagus dari film itu: "Our life can change with every breath we take."

Kamis malam, saya dapat kiriman link lagu Indonesia Menangis yang dibawakan Sherina. Saya download dan saya putar malam harinya. Mendengar suara Sherina begitu indah menyanyikan lagu itu, saya jadi rindu pulang. Untungnya saya tidak berlama-lama bersedih karena serial The Practice sudah dimulai. Asyik sekali melihat James Spader berperan sebagai pengacara eksentrik, penuh tipu tapi sebenarnya tulus membantu orang. Dulu ada Sharon Stone yang jadi bintang tamu dan berperan bagus sebagai pengacara yang merasa bisa berbicara dengan Tuhan. The Practice jadi tontonan favorit saya karena ceritanya tidak selalu berakhir bahagia. Ada sukses, ada gagal. Lebih realistis. Saat jeda iklan, saya juga sempat lihat reality show pemenang Emmy Award: Brat Camp. Camp untuk anak-anak manja. Melihat anak-anak manja yang mengeluh sepanjang acara itu sudah membuat saya kesal. Tapi saya puas melihat bagaimana mereka terpaksa mengalah dengan keadaan dan berusaha mandiri. Jika lupa atau tidak mengerjakan tugas, seperti malas memasang tenda di tengah hujan salju di gurun Utah, mereka terpaksa tidur kedinginan. Membiasakan menulis surat ternyata juga bisa menjadi terapi sikap manja. Jadi, ayo menulis... Bila YNa begitu gembira karena sudah bisa menonton My Big Fat Obnoxious Fiance, tunggu kedatangan reality show lainnya: Trading Spouses. Bagaimana jadinya kalau ibu di rumah di tukar dengan ibu dari keluarga lain?

Jumat, cuaca berkebalikan dengan ramalan di tv. Seharusnya cerah tapi ternyata mendung seharian. Tapi hal itu tidak menyurutkan saya main badminton. Lawannya: teman dari Jerman yang tingginya 198 cm. Saat pemanasan, saya harus tunggang-langgang mengejar bola karena dia santai sekali menutup lapangan. Tapi saat mulai dihitung, saya menang 4 set dari 5 set yang dimainkan. 15-8, 15-5, 5-15, 15-3, 15-5. Pulang badminton, saya kembali memperhatikan iklan, karena acara tv tidak ada yang bagus:

  • Iklan telecom membuat gemas. Judulnya "Fast Eddy". Seorang anak hyperactive menjadi bintang iklannya. Rambutnya plontos, pipinya tembem bersemu merah, matanya sering terbelalak dan penuh ekspresi. Dia berpakaian layaknya profesional. Kira-kira dia bilang: "Hi, I'm Eddy (jari-jarinya dadah dengan lincahnya). I can do things really quickly (duduk tapi tidak bisa diam). I can think fast (matanya mendelik). I can drink my coffee fast (sruput sambil lidahnya menjilat sendok). I can blink fast (merem-melek cepat). I can read fast (sret-sret membalik-balik koran). Even I can sleep fast (fieuh...fieuh... menirukan orang mengorok). I can also write my mobile email pretty fast... because I'm a pretty fast busmism (bibirnya monyong terlipat)." Bagian terakhir membuat saya tertawa karena mungkin seharusnya dia mengucapkan businessman, tapi jadinya busmism. Setiap kali melihat iklan ini, saya ingin mencubit anak itu.
  • Iklan salah satu stasiun radio: seorang mekanik bermuka sangar dan berbadan besar tiba-tiba begitu melankolik begitu terdengar lagu "Real Kiss" di radio. Dia langsung bertingkah "sensual" seperti Tessy. Atau seorang ibu sopir taksi yang tiba-tiba berlagak metal, menghentak-hentakkan kepala, saat mendengarkan Rob Thomas melantunkan lagu Unwell, dan membuat penumpangnya kocar-kacir lari keluar taksi.
Sabtu, badan terasa pegal saat bangun, terutama pinggang. "Pertandingan" badminton kemarin benar-benar menguras tenaga. Jam 9, saya mengajari roommate membuat bolu bayam untuk dia bawa ke pesta, setelah itu kembali bekerja. Di office, saya bisa menyetel stereo dan menyanyi dengan keras karena hanya sedikit orang yang bekerja. Sorenya, saya memanggang ikan yang sudah saya bumbui tadi pagi. Bau ikan panggang ternyata lama sekali hilangnya. Sampai-sampai kucing tetangga sulit diusir dari pintu flat. Semalaman dia mengeong-ngeong dan menggaruki pintu kaca.

Minggu, bangun kesiangan. Sebenarnya jam lima sudah bangun, tapi ternyata rasa pegal seusai badminton masih tersisa dan membuat saya kembali menarik selimut. Jam 10 kembali ke office untuk mengerjakan tugas. Cuaca cerah, meskipun berangin sangat kencang. Otak saya buntu untuk menulis tugas. Selama 6 jam saya hanya bisa menyelesaikan lima halaman. Selebihnya dipakai menyanyi bersama radio, mengedit tulisan sebelumnya, mengedit foto-foto dan menulis tulisan ini. Hasilnya cukup panjang, tapi itung-itung rapelan untuk satu minggu. :)

posted by Leo at 01:48

Sunday, January 23, 2005

Children Say the Darnest Thing

Saya terkadang iri dengan anak-anak yang tampil di acara ini. Mereka bisa bebas berpendapat dan orang-orang memaklumi perkataan mereka. Misalnya, ada anak yang ditanya: "Apa yang ayah kamu pesankan agar kamu tidak menjawab pertanyaan saya dengan benar?" Jawabannya: "Bahwa Ibu saya sudah berumur 50 tahun..." Raut wajah sang ibu, yang sudah berdadan all-out, langsung berubah mendengar jawaban anaknya. Tapi sang Ibu tetap saja tertawa seperti reaksi penonton lainnya.

Lain halnya dengan orang dewasa. Di satu sisi, kita memiliki kebebasan untuk berpendapat--sama dengan anak-anak itu, tapi di lain pihak, norma sosial menginginkan kita berpendapat tidak saja secara jujur tapi juga dengan cara yang sopan. Tapi tidak semua orang pandai bersopan santun. Selain itu, setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda untuk definisi jujur dan sopan. Cara yang sopan juga sering muncul dalam bentuk basa-basi yang malah terkesan kurang jujur.

Saya termasuk yang tidak bisa berbasa basi dan berusaha selalu memberikan jawaban jujur dengan cara yang sopan. Kalau tidak berani berbicara apa adanya, saya juga bisa memilih untuk diam. Respon orang terhadap pendapat saya pun berbeda-beda. Ada yang bisa menerima dengan lapang, meski komentar saya datar; ada yang tersinggung mendengar komentar saya yang justru positif dan jujur. Yang terakhir ini cukup aneh. Tapi saya sendiri pernah bersikap seperti itu. Ada rasa curiga bahwa orang yang memuji tidak selamanya ikhlas. Saya mungkin tidak perlu begitu paranoid, tapi ada resiko bahwa orang lain memiliki harapan tertentu terhadap komentar saya, yang saya tidak bisa duga. Pernah dengar komentar seperti ini "Sebagai teman baik, seharusnya kamu..." Kata 'seharusnya' mengandung resiko yang begitu berat dan biasanya terlontar untuk menunjukkan betapa jauhnya jawaban, komentar, pujian yang kita lontarkan dari spektrum 'acceptable' yang dimiliki si penanya.

Tapi tidak perlu kecewa bila kata 'seharusnya' muncul karena seperti halnya anak-anak di acara tv itu, saya juga masih terus belajar. Mungkin anak-anak itu bisa bebas berkomentar di tv; tapi di rumah, mereka kembali mendengar nasihat: "Tidak baik Nak bicara seperti itu; seharusnya... sebaiknya..." (kata-kata sudah diperlunak karena dalam kenyataan: tonasi dan kata-katanya bisa beragam). Yang diperlukan adalah selalu ingat untuk tanggap situasi saat akan mengemukakan pendapat. Juga berusaha sabar dengan pendapat orang.

Children say the darnest things. Saya sering dibuat maklum, tertawa tapi sekaligus tersedak bila mendengar komentar anak-anak. Ini termasuk kejadian baru-baru ini saat saya mendengarkan komentar seorang anak kecil yang begitu blunt. Misalnya: "Kenapa sih Ma, Oom Leo itu sering ketawa padahal nggak ada yang lucu?" Ingin rasanya langsung melotot ke anak itu tapi saya tetap tertawa sedikit saja dengan komentarnya. Atau: "Kalau Oom Leo dikasih fries-nya, nanti saya nggak kebagian dan jadi kelaparan" Saya tetap tersenyum-kecut-sambil membatin: siapa yang minta, saya bisa beli sendiri kok. Tapi saya juga mencoba tidak serta merta terbang ke langit ketujuh saat keponakan-keponakan saya bilang:
  • "Oom kok cakep?" (muka saya merona merah dadu dan saya tersenyum lebar)
  • "Hidungnya Oom mancung ya" (saya memaafkan jerawat di hidung)
  • "Oom pintar amat buat rumah-rumahan dari bantal" (saya buatkan mereka benteng dan panser dari bantal)
  • "Oom pintar nyanyi ya" (lalalili dalam gerak dan tarian)
  • "Oom kok banyak uangnya" (saya langsung telepon layanan antar hoka-hoka bento atau KFC), atau
  • "Oom kok banyak bulu di kakinya?" (glek)

posted by Leo at 01:53

Tuesday, January 18, 2005

Peduli Korban Tsunami

Berita bencana tsunami yang menimpa saudara-saudara di Aceh dan Sumatra Utara ternyata gaungnya cukup luas. Di NZ, selama lebih dari dua minggu sejak tanggal 27 December 2004, 1/3 siaran berita malam yang berdurasi 1 jam diisi dengan penanyangan gambar-gambar korban tsunami maupun reaksi dari seluruh dunia. Semula berita hanya dipenuhi liputan dari Sri Lanka dan Thailand, sementara sedikit sekali liputan korban di Aceh dan Sumatra Utara. Setelah Pemerintah RI membuka akses media ke Aceh, orang-orang NZ mulai mengenal Aceh, Nias dan Sumatra. Luar biasa respon masyarakat NZ terhadap penderitaan saudara-saudara di tanah air. Gambar-gambar di televisi dan koran membuat mereka turut berpartisipasi menjadi sukarelawan dan menyumbang melalui lembaga-lembaga nir laba, serta melalui kegiatan penggalangan dana yang diadakan masyarakat Indonesia di sini.

Kegiatan penggalangan dana oleh masyarakat Indonesia di sini terdiri dari penjualan sausages BBQ di mall, pengumpulan sumbangan dan pembagian sticker lewat kegiatan street appeal, dan memorial service. Respon masyarakat NZ sangat positif. Meski satu hotdog dihargai seiklasnya sesuai donasi, banyak dari pembeli yang memberikan pembayaran lebih sebagai sumbangan. Beberapa mall tempat masyarakat Indonesia berjualan sausages bahkan memberikan bahan gratis atau setengah harga dan menyediakan fasilitas BBQ. Masyarakat Indonesia hanya menyediakan relawan untuk menjualnya. Kegiatan street appeal juga membesarkan hati karena sukarelawan yang ikut selain dari masyarakat Indonesia yang ada di sini juga termasuk dari Malaysia, the Phillipines, New Zealand dan England. Para sukarelawan tersebar di pusat-pusat keramaian kota dan mall, menerima sumbangan dan menyebarkan sticker "Tsunami solidarity, appeal for Aceh". Sebagian besar yang menyumbang orang-orang tua meski banyak juga keluarga dan remaja. Dana yang terkumpul cukup besar dan kamipun tidak merasa lelah meski berjam-berjam berdiri atau berpanas-panasan menunggu orang datang menyumbang (peraturan di sini: bila minta sumbangan tidak diperbolehkan approach kepada orang/pengunjung).

Acara terakhir dilaksanakan tanggal 16 Januari 2005 bersamaan dengan Nasional Memorial Day untuk korban tsunami yang diperingati di New Zealand dan Australia. Semua orang di New Zealand diminta untuk mengheningkan cipta selama 1 menit, tepat pukul 13.59, saat tsunami pertama mencapai pantai barat Aceh. Masyarakat Indonesia di sini turut aktif menjadi inisiator dan mengorganisir interfaith prayer dan pembacaan puisi oleh anak-anak perwakilan dari negara-negara yang terkena bencana. Acara dipusatkan di Cathedral Square, landmark Christchurch, dan dihadiri anggota parlemen, wakil walikota, masyarakat Christchurch, turis dan wakil-wakil berbagai etnis di Christchurch.

Setelah mengheningkan cipta, acara ditutup dengan peletakan bunga, saat yang paling mengharukan selama acara ini. Seseorang bahkan meletakkan satu baju rajutan ukuran anak-anak berwarna putih di antara bunga-bunga sebagai pertanda simpati kepada anak-anak yang ditinggal orang tua dan orang-orang tercinta lainnya. Dalam hati saya bersyukur masih sehat walafiat, masih punya keluarga, saudara dan teman. Saya juga sekaligus berdoa agar saudara-saudara di Aceh dan Sumatra Utara tetap tabah, sabar, dan diberi perlindungan.

Saya terharu dengan respon masyarakat NZ terhadap bencana di tanah air. Mereka begitu genuine dan generous dalam memberikan bantuan dan mereka masih terus menyalurkan sumbangan yang sampai saat ini sudah mencapai jutaan dollar. Mereka juga turut menyampaikan simpati saat bertemu di mana saja. Sungguh suatu solidaritas yang tinggi dan sebagai pribadi, saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada teman-teman masyarakat NZ yang telah bersimpati dan membantu para korban tsunami di Aceh dan Sumatra Utara.

posted by Leo at 00:55

Sunday, January 09, 2005

I'm Getting Married

"Kalau saya berhasil, nanti kamu saya traktir". Ucapan itu sering saya dengar atau beberapa kali pernah saya lontarkan sebagai janji untuk merayakan keberhasilan. Tapi apa hubungannya antara mentraktir dengan getting married seperti judul di atas? Ada, karena bila saya menikah, saya akan mentraktir para tamu saat pesta pernikahan. Kalaupun para tamu membawa kado atau tanda mata atau "balas jasa" atau "balas kado" ... mohon dengan hormat untuk tidak dalam bentuk barang...

Maaf sebelumnya, bukan saya yang getting married... Tidak juga berniat mencari sensasi dan membuat shocked para pemuja dan pujaan hati. Cuma itu lho, ada seorang beautiful young woman, yang terikat di salah satu tiang lampu jalan di roundabout (bundaran) Sockburn, Jum'at sore. Meski terikat, dia tampak gembira, tidak malu dan gemar melontarkan senyum ke arah para pengemudi yang memandang dengan heran. Kepalanya berhias bondu antena kupu-kupu berbulu warna ungu. Tubuhnya terikat pita warna-warni ke tiang lampu jalan. Cuaca masih cerah meskipun mendung tebal sudah bergerak mendekat. Mbak itu masih tersenyum. "I'm getting married" begitulah tulisan di papan kertas yang tergantung di lehernya.

Mungkin si Mbak memang sudah berniat jauh-jauh hari sebelumnya akan berdemo di tengah jalan bila akhirnya ketemu jodoh. Akhirnya, at last, finally, jodohnya datang juga. Selamat ya Mbak, semoga berbahagia.

Tapi mohon maaf Mbak, bukan bermaksud lancang. Meski saya belum menikah, tapi mohon Mbak ingat pesan yang dulu pernah Mbak tulis dalam kartu ucapan pernikahan untuk teman baik Mbak. Kira-kira bunyinya: "Selamat Menempuh Hidup Baru". Hidup baru Mbak, bukan hidup yang lama. Banyak yang baru. Cincin baru, rumah baru, perabotan baru, baju baru, guling baru, termasuk "baru tahu". Mungkin senyuman Mbak perlu sedikit diirit, supaya nanti kalau mendapatkan "baru tahu", simpanan senyummu masih banyak. Juga jangan lekas-lekas membuang bondu dan pita yang mengikatkan dirimu dengan tiang lampu itu. Siapa tahu, suatu waktu, perlu. Bondunya akan membuat rambutmu tetap rapi sehingga otak tetap sehat terlindungi. Pita warna-warni juga bisa mempercantik dirimu, saat pandangan yang tertuju ke arahmu mulai silap karena kelabu.

Mbak, cinta memang membuat gembira untuk siapa saja yang bercita-cita untuk mencintai dan dicintai dengan tulus. Tapi cinta juga mengejutkan karena "baru tahu" bisa muncul hanya dalam hitungan waktu setelah ucapan "I do". Maaf sekali lagi, karena memang saya hanya pandai berteori. Sampai sekarangpun saya masih memandang cinta itu buta... karena saya hanya merasakan kegembiraannya, dan kurang menyadari bahwa saya juga punya kewajiban untuk menciptakan dan menjaga kegembiraan itu, dan tentu saja menjaga cinta tetap dalam wujud cinta.

Finally, at last, akhirnya, saya titip pesan agar Mbak jangan lupa berjanji untuk berdemo yang lebih hebat bila kelak sukses dalam menempuh hidup yang baru. Mungkin lebih baik untuk berdemo berdua dengan pasangan Mbak, karena cinta adalah dua dalam satu. Selamat ya Mbak. Selamat sudah berani memulai hidup baru. Juga jangan lupa untuk mentraktir saya jika berhasil, dan jika Mbak kenal saya...


"I took my love, and I took it down / I climbed a mountain and I turned around /
And I saw my reflection in the snow covered hills /'Till the landslide brought me down /

Oh, mirror in the sky / What is love / Can the child within my heart rise above / Can I sail thru the changing ocean tides / Can I handle the seasons of my life /

Well, I've been afraid of changing / 'Cause I've built my life around you /But time makes you bolder / Even children get older /And I'm getting older too /

Take my love, take it down / Climb a mountain and then turn around /And if you see my reflection in the snow covered hills /Well the landslide will bring you down / And If you see my reflection in the snow covered hills / Oh, well the landslide will bring you down / The landslide will bring you down
"

Landslide by Stevie Nicks, Fleetwood Mac

posted by Leo at 13:48

Wednesday, January 05, 2005

Evry ShaLaLaLa

Sudah lama rasanya saya tidak menulis tentang lagu-lagu yang sedang menjadi favorit saya. Keinginan muncul setelah mendengar lagu Landslide yang aslinya dinyanyikan oleh Stivie Nicks dari Fleetwood Mac dan sekarang dinyanyikan oleh Dixie Chicks, dan lagu Daughters yang dinyanyikan oleh John Mayer. Menurut saya, syair kedua lagu ini sangat bagus. Selain itu lagu dari album terbaru Richard Marx yang berjudul Ready to fly juga sering saya gumamkan, meski saya tidak hafal. Lain halnya dengan lagu lawas One day I'll fly away dari Randy Crawford yang saya hafal betul liriknya.

Minggu lalu, saat saya sedih dan saat cuaca kurang bersahabat, saya merasa nyaman mendengarkan lagu In my place and The scientist dari Cold Play. Kedua lagu ini memiliki gema yang membuat suasana sedih benar-benar terasa kosong, malas dan larut. Daniel Beddingfield's If you're not the one, Starship's I wanna know what love is dan Bryan Adams's Heaven juga membawa suasana solitary yang lebih kuat. Sementara lagu Superman (it's not easy) dari Five for Fighting memberi penghiburan dan pesan untuk menyikapi hidup apa adanya.

Beberapa lagu baru seperti She will be loved dari Maroon 5 dan sebuah lagu kenangan manis dari Simply Red cukup membuat saya sedikit lebih segar. Ada juga satu lagu lama dari Phill Collins yang juga diputar beberapa kali di radio yang membuat saya sibuk mencari liriknya di internet, judulnya: Don't let him steal your heart away. Saya juga suka suara Faith Hill yang mantap menyanyikan In my daughter's eyes dan kesannya lebih mendalam dibandingkan suara Celine Dion saat menyanyikan Beautiful boy.

Saya juga masih sedikit bergembira mendengar Bono begitu asyik berduet dengan Frank Sinatra dalam I've got you under my skin, Kelly Clarkson's Breakaway dan Vanessa Carlton's Thousand Miles. Saya tutup tulisan ini sambil mendengarkan Vanessa Williams's Save the best for last. Evry Shalalala Evry Wowwowwow still shines...

posted by Leo at 01:56

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004