<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Tuesday, February 21, 2006

Five Weird Things About Me

Mbak Anna, ini jawabannya. Thanks sudah 'disambit' tag karena jadi ingat kalau diri ini memang punya keanehan. Langsung saja:

  • Kedua orang tua saya berasal dari Jawa Tengah, dan saya lahir di Bandung. Meski demikian, saya tidak berani mengaku kalau saya orang Jawa atau Sunda karena saya tidak bisa berbahasa Jawa atau Sunda. Saya berbahasa Jawa lancar terakhir kelas 6 SD, dan tidak pernah bisa lancar berbahasa Sunda. Saya paling menderita saat pelajaran atau mendapat pekerjaan rumah bahasa Sunda saat SD. Kemampuan berbahasa daerah pun berkurang karena saya bersekolah di SMP dan SMA yang tidak ada pelajaran bahasa daerah. Tapi meski begitu, saya masih bisa mengerti 80 persen bahasa Jawa dan Sunda (dialek umum). Cuma kalau mengucapkan, bisa menimba ejekan dan tertawaan :(. Kalau sudah begini, lebih baik mengaku orang Bandung saja, atau orang Indo karena nama saya Indo banget, maksudnya campuran serasi antara nama Jawa dan Italia yang sama-sama berakhiran 'o'.

  • Sebagai urang Bandung, tentu saya suka sekali lalaban, segala macam sayuran, yang dimasak atau mentah. Hanya ada 3 pantangan saja: tidak mau makan petai (matang dan mentah), kunyit mentah dan jengkol mentah. Jadi kalau saya diundang makan di restoran, saya tidak hanya menghabiskan sayuran dan lalaban, tapi juga irisan tomat, wortel, selada, timun yang menjadi hiasan ayam, berbagai seafood, daging dll. Mata saya selalu melirik dan menunggu saat yang tepat untuk menghabiskan hiasan-hiasan itu sampai ludes. Sayang sekali kalau harus membuang makanan. Dengan hobi seperti ini, saya sering merasa gemas melihat para peserta reality show Survivor yang kehabisan akal mau makan apa di pulau terpencil, padahal di sekelilingnya banyak dedaunan... :P.

  • Saya sering menganggap orang lain selalu lebih dewasa dibandingkan saya (kecuali anak-anak dan orang yang 20 tahun lebih muda) . Saya merasa lebih muda dibandingkan para remaja yang sudah menjadi bintang film dan iklan. Mereka terlihat begitu dewasa sehingga saya ingin memanggil mereka Kakak, Bang, Mbak, Teteh, Oom dan Tante. Mungkin ini karena orang selalu bermurah hati untuk menebak umur saya jauh lebih muda dari yang sebenarnya, atau karena otak saya selalu menggaungkan propaganda "percayalah, kamu masih muda"... Karena selalu merasa masih muda (awal 20-an :-P), saya tidak malu untuk kursus ini itu, bersaing dengan yang muda-muda. Tidak pernah ada kata terlambat untuk mencoba hal baru. Jadi, rasanya saya belum pantas untuk dipanggil 'Pak'.

  • Saya sering menganggap orang lain akan selalu berbuat baik terhadap saya. Jadi bila ada orang yang menipu atau berbuat jahat terhadap saya, paling-paling saya cuma melongo, sedih sebentar, berkeluh-kesah sedikit, dan bisa tersenyum lagi dalam beberapa menit kemudian. Seperti ada kunci untuk meng-nol-kan kepala dan hati untuk tidak mendendam. Malah terkadang saya yang ditipu justru merasa bersalah. Lha sudah ditipu orang lain kok malah merasa bersalah... Mungkin seharusnya saya bisa lebih galak, garang, tinggi, dan berambut gondrong (seperti harapan Mbak Lili... Maaf ya Mbak sudah membuat sedikit kecewa, terutama dengan rambut-nya :-P).

  • Saya bisa bangun, beraktivitas, tidur dan seterusnya dalam ritme dan jadwal yang sama, seperti mesin atau robot. Untuk yang satu ini, silakan baca tulisan saya sebelumnya. Sebagai tambahan, saya suka mengembalikan apa yang saya ambil (buku, kursi, peralatan masak, dll) pada tempat dan posisi yang sama. Saya sering memiliki 'potret' di kepala mengenai tata letak barang-barang dalam suatu ruangan, sehingga saya tahu jika ada orang yang sudah datang atau beraktivitas di ruangan itu. Sebenarnya, ada untungnya bisa memiliki ingatan seperti ini. Jika ujian, saya bisa dengan memudah mengingat kutipan/hafalan tertentu di halaman tertentu. Juga dalam menghafal peta dan jalan. Selain itu, saya bisa mudah menghapus jejak jika membuat kesalahan ;-).
Sebenarnya saya memiliki, mungkin, ribuan kebiasaan aneh lainnya. Saya sengaja simpan keanehan saya yang lain, terutama untuk orang yang ingin mengenal saya secara lebih dekat. Jadi ingat lagu Sherina: Lihat sgala-nya... lebih dekat... Semua keanehan yang saya miliki sudah membuat hanya ada satu 'saya' di dunia. Kalau ada dua, berarti kembar :-).

Sambitan berikutnya: masih pikir-pikir siapa yang saya ingin tahu keanehannya... besok saja deh diputuskan... :).

posted by Leo at 02:40

Sunday, February 12, 2006

Christchurch-Dunedin-Christchurch

Selasa, 31 January 2006, pukul 07.45 pagi. Saya berangkat mengantarkan teman untuk pindah sekolah ke University of Otago di Dunedin. Satu flatmate saya juga ikut. Dia memutuskan untuk membolos agar bisa bergantian menyetir bila saya merasa lelah selama perjalanan.

Keberangkatan kami diiringi kabut pagi yang cukup tebal, yang baru hilang setelah sekitar 1.5 jam perjalanan. Dunedin terletak 362 Km dari Christchurch dan dapat ditempuh selama 5 jam. Dalam perjalanan dari Christchurch ke Dunedin, kami melewati beberapa kota kecil seperti Ashburton, Timaru dan Oamaru.

Selama perjalanan, beberapa pengendara mobil yang berlawanan arah berbaik hati untuk mengedipkan lampu sebagai tanda bahwa mereka baru saja melewati patroli polisi. Dengan demikian, saya bisa mengurangi kecepatan dan tetap lancar melewati patroli polisi. Kecepatan maksimum rata-rata di NZ highway adalah 100 Km/jam. Tapi beberapa mobil tetap saja mengebut dan ditilang. Saya sendiri berusaha sesuai aturan, meski beberapa kali mobil saya secara otomatis 'complain' dengan alarm berbunyi katak mengorek jika kecepatan mobil saya melebihi 100 Km/jam, atau tututut yang nyaring bila kecepatan saya melebihi 110 Km/jam.

Kami hanya berhenti dua kali, salah satunya di Timaru. Kami tiba di Timaru setelah menempuh perjalanan kurang dari 2 jam. Di Timaru, kami berjalan kaki keliling pusat kota. Timaru mungkin sama besarnya dengan kota Lamongan di Jawa Timur, tapi penduduknya hanya 1/2 dari penduduk Lamongan. Kota yang cantik tapi sepi. Setelah mengambil free map dan sarapan kedua (brunch), kami melanjutkan perjalanan ke Dunedin. Jika bepergian kemana saja di NZ, turis akan mudah mendapatkan free map dan hotel booking service, serta toilet yang bersih. Memasuki Oamaru, jalan mulai berkelok-kelok dan turun-naik karena berbukit-bukit. Ini berlanjut sampai tepian kota Dunedin.

Kami tiba di Dunedin pukul 13.15, atau setelah 5.5 jam perjalanan. Cukup cepat mengingat kami sempat berhenti 1 jam di Timaru. Dunedin merupakan kota terbesar kedua di South Island, NZ. Lokasinya terletak di tepi pantai yang dikurung perbukitan. Jumlah penduduknya lebih dari 120 ribu orang; dan meskipun cukup luas, konstruksi kota yang kompak membuat Dunedin terasa sesak. Tapi mungkin ini hanya kesan sekilas karena saya hanya sempat mengunjungi sedikit bagian kota. Siang itu kami makan siang di Meridian shopping mall yang mungil. Saya menikmati vegetarian soup yang penuh sayur berwarna-warni, sementara dua teman saya menikmati Souvlaki, dan burger. Setelah kenyang, kami berkeliling kota mencari flat untuk teman saya; mulai dari daerah yang menanjak 35 derajat, sampai yang menurun 40 derajat, sampai tengah kota yang padat dengan rumah-rumah tua. Sempat ngeri melihat banyaknya jalan di bagian utara kota yang menanjak dan turun tajam. Saya bisa membayangkan sulitnya turun-naik berjalan kaki ke kampus melawan kencangnya terpaan angin di musim dingin.

Sampai pukul 17.30, kami masih belum menemukan flat yang cocok. Teman sudah menelepon semua iklan di notice board di Student Union Lounge, University of Otago; tapi hanya empat flat yang masih kosong, dan semuanya kurang berkenan. Akhirnya saya mengusulkan untuk menghubungi warga Indonesia di Dunedin, dan teman saya akhirnya bisa mendapat tumpangan sementara sehingga dia bisa lebih tenang untuk melanjutkan berburu flat keesokan harinya.

Sebelum kembali ke Christchurch, saya dan flatmate menyempatkan berfoto di jalan (buntu) tercuram di dunia--Baldwin Street, clock tower di University of Otago, dan stasiun kereta api. Setelah itu, saya menemai flatmate untuk mengobati homesick-nya dengan makan malam di Turkish Restaurant. Kami memesan beef donner kebab yang disajikan dengan pita bread, irisan lettuce dan tomat bersaus yoghurt tawar yang beraroma bawang putih. Makan malam berlangsung lebih dari 1 jam, karena flatmate begitu bersemangat mengobrol dengan pemilik restoran dan keluarganya dalam bahasa Turki.

Kami berangkat kembali ke Christchurch sekitar pukul 20.00. Flatmate menawarkan diri untuk bergantian menyetir, tapi saya tolak karena saya ingin membuat rekor pribadi: bisa menyetir pulang-pergi dalam sehari, mulai pagi sampai tengah malam, dengan jarak tempuh lebih dari 500 Km. Sebelumnya, jarak pulang-pergi terjauh yang saya pernah tempuh (total) hanya lebih sedikit dari 200 Km. Saat itu saya dan teman-teman pergi ke Castle Hills, salah satu tempat shooting The Chronicles of Narnia: The Lion, the Witch and the Wardrobe. Saya hanya meminta flatmate untuk terus berbicara agar saya tidak mudah terserang kantuk dalam perjalanan. Dia memastikan bahwa orang Turki tidak akan pernah bosan untuk berbicara. No worry.

Perjalanan malam ternyata sangat sulit. Tidak semua pengendara dari arah yang berlawanan, termasuk yang mengendarai truk, sadar untuk mengurangi sorot lampu saat berhadapan. Sulit sekali memfokuskan mata ke jalur jalan saat sorot lampu yang datang begitu terang, apalagi saat itu sudah melewati jam tidur saya. Untung teman saya tetap mengoceh tanpa henti dan kerap memperingatkan bila mobil berjalan terlalu dekat ke pinggir atau ke tengah badan jalan. Dia sendiri mengatakan tidak berani menggantikan saya untuk menyetir karena merasa lelah dan mengantuk. Kami memutuskan untuk beristirahat sejenak di Timaru. Ini menjadi pemberhentian kami yang kedua dalam perjalanan pulang, setelah sebelumnya flatmate minta berhenti sebentar di tepi pantai untuk merokok. Di Timaru, kami minum coklat panas dan makan blueberry muffin di petrol station. Kami berharap, makanan bisa membuat otak tetap terjaga karena ada pekerjaan baru untuk perut.

Setelah beristirahat, otak dan mata saya ternyata hanya bisa bekerjasama sekitar 30 menit. Saran dari buku panduan perjalanan yaitu untuk beristirahat sejenak bila lelah. Flatmate sudah menengok ke kiri dan ke kanan mencari lodge atau hotel kecil, berharap untuk menginap semalam. Tapi saya berpikir tanggung bila harus berhenti, karena perjalanan tinggal kurang dari 2 jam menuju Christchurch. Beruntung sekali saat itu kami sudah bisa akses gelombang radio di Christchurch. Kami pun bernyanyi sekencang-kencangnya mengikuti lagu di radio. Saya tidak perduli teman saya hanya ber-lalalala atau hahihuheho (sebenarnya dia benci western songs dan hanya suka lagu-lagu Turki); yang penting ramai dan bisa membuat saya tetap terjaga.

Lewat pukul 1 pagi kami tiba di flat. Lelah. Saya sempatkan diri untuk menggosok gigi, mencuci muka dan shalat sebelum tidur. Hari itu saya tetap terbangun seperti biasa, jam 5. Setelah shalat subuh, saya memutuskan untuk membolos fitnes di gym pagi itu dan melanjutkan tidur. Tapi hati saya senang karena saya sudah berhasil membuat rekor pribadi: bisa menyetir pergi-pulang menempuh jarak lebih dari 700 Km dengan selamat. Satu catatan manis di awal 2006.

posted by Leo at 09:47

Friday, February 03, 2006

World Buskers Festival

Karena bosan, dua akhir pekan di paruh akhir bulan Januari 2006 saya habiskan dengan 'cuci mata' di pusat kota yang sampai sekarang masih dipenuhi turis dari berbagai penjuru dunia. Kebetulan saat itu ada World Buskers Festival.

World Buskers Festival

World Buskers Festival di Christchurch merupakan kali yang ketigabelas. Festival ini diisi dengan berbagai pertunjukan jalanan, serta pentas di ruangan terbuka dan tertutup. Sebagian besar merupakan penampilan menghibur dan penuh keriangan. Memang demikian seharusnya di saat cuaca musim panas cukup ramah. Menurut situs festival ini, lebih dari 50 artis dari berbagai Negara dan 400 pertunjukkan memeriahkan festival tahun ini.

Tahun lalu, saya hanya sempat melihat festival ini satu hari. Tahun ini, dua hari, meski saya hanya melihat beberapa penampil (gratis) di pentas terbuka (Gambar 1 & 2). Beberapa yang masih saya ingat yaitu:

  • Al Millar si Human Knot. Mungkin sudah banyak atraksi seperti yang dilakukan Al Millar. Atraksinya merupakan campuran komedi dan aksi yang boleh dikata gila-gilaan. Dua yang tidak terlupa adalah saat dia berjalan maju mundur antara dua orang yang memegang pita yang tertarik masuk dan keluar melalui mulut dan hidung si manusia nekat ini. Sebagian besar orang memalingkan muka; dan lagi-lagi memalingkan muka saat dia memaku hidungnya dengan paku. Saya jadi teringat debus dari Banten atau pertunjukkan tusuk keris di Bali.
  • Blackstreet Boyz yang terdiri dari Alfred dan Seymour (Gambar 3). Mereka pemenang pilihan penonton pada festival yang sama tahun lalu. 'Senjata' mereka adalah ejek-ejekan yang mengalir lancar dan serasi dengan tarian mereka yang atraktif.
  • Lord Livingstone a.k.a Chris Devious yang berperan sebagai beton hidup. Penonton sempat dibuat tertawa dengan lakonnya menarik penonton untuk memberi ciuman pada patung beton yang tersenyum. Dari situs festival ini, si patung beton ini ternyata sudah melakonkannya sejak tahun 1992 di berbagai penjuru dunia. Sayang, saya tidak sempat mengambil fotonya karena sudah diburu kebutuhan gawat darurat: toilet.
  • Tapi saya masih sempat mengambil foto The Greek Statue yang diperankan Lana Schwarcz. Tampak dalam foto itu, Lana sedang berkomunikasi gerak dan mimik dengan seorang gadis mungil yang berusaha mencontoh (Gambar 4). Hasil dari aksi patung hidupnya sudah menjadi modal Lana untuk membuat film sendiri. Hebat.
  • Aksi klasik badut Carrot & Pickle yang begitu enerjik dan sangat disukai anak-anak, serta orang dewasa seperti saya :)
  • Orang-orang yang berkostum dan menyapa para pengunjung dimanapun berada. Yang paling menarik adalah Poddymouth yang pergi ke sana kemari dan menyapa dari dalam toilet berjalan. Sayang, saya juga tidak sempat memotretnya karena dia begitu cepat bergerak.
  • The Royal Statue Garden atau the Royal Flush moving Sculpture, yang merupakan pendatang baru di festival ini. Ada empat patung hidup yang sering bertukar pose seperti orang mengocok kartu. Ya, mereka adalah King of Hearts, Queen of Hearts, Joker dan Ace of Hearts yang diperankan seniman lulusan Christchurch. Para penonton sempat dibuat tertawa saat sepasang Ibu dan anak dari China berfoto bersama mereka dan, selama berfoto, si anak yang gemuk berusaha menghindari tusukan jari si Ace di pipinya yang tembem. Saya juga sempat berfoto dengan mereka, dan sempat ditarik oleh King dan Joker yang berusaha mencopet notebook mungil dari ransel saya. Beruntung sempat tertangkap kamera :D
my notebook!

Melihat mereka, saya jadi tergelitik untuk suatu saat berani mencoba hal-hal baru. Jika ada rejeki dan kesempatan untuk berkembang dan mencoba hal baru, mengapa harus disia-siakan? Lumayan untuk menambah hobby dan mengisi waktu luang. Satu yang ada dalam pikiran saya: ingin belajar trapeze. Mungkin terlalu muluk, tapi paling tidak saya akan mulai dengan mencoba bungee jumping.

Tahun depan, saya akan lebih banyak menyempatkan diri untuk menonton World Buskers Festival ke-14. Asyik; apalagi kalau ada yang berbaik hati mau menemani.

posted by Leo at 23:00

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004