<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Saturday, September 30, 2006

Bulan Agustus 2006: Sea Kayaking (Bagian 4)

Pukul 7 pagi saya sudah bersiap di depan hotel menunggu jemputan. Cuaca mendung sehabis hujan membuat saya ragu tapi saya sudah siap dengan bekal dan minuman yang cukup, dan tetap berharap siang nanti akan cerah. Dua puluh menit kemudian, shuttle bus muncul. Saat itu hanya saya sendiri penumpangnya, sebelum 5 orang penumpang lainnya bergabung di halte-halte berikutnya. Menurut supir bis, jumlah penumpang seperti ini sudah biasa di musim dingin dan di hari mendung. Saya kagum karena bis umum di sini sudah terintegrasi dengan penyedia layanan wisata sehingga memudahkan turis yang bepergian.

Perjalanan menempuh jalan yang sedikit berkelok-kelok dan sempit. Sesampainya di Motueka, saya dijemput minibus merah dengan supir bernama Mary, yang ternyata guide saya di tour sea kayaking. Kami mampir di kantor Kiwi Kayaks di Riwaka untuk menyelesaikan pembayaran dan mengambil tiga kayak. Lalu bersama Mary kami menuju Marahau dan sudah ditunggu oleh tiga boat crew.


Rute Perjalanan Di laut Mary, sang tour guide ayo kayuh lebih kuat

Perjalanakan dilanjutkan dengan boat menuju pantai kecil di sekitar Anchorage. Di pantai kami akan memulai sea kayaking (lihat peta). Tiga boat crew menurunkan kayak dan perlengkapan lainnya, sebelum berangkat lagi ke pantai yang lain. Di pantai ini sudah menunggu dua pelajar dari Jerman, Michael dan Fabian, yang akan bergabung sea kayaking. Mereka sudah sejak kemarin berjalan kaki dan camping dari Totaranui (lihat peta). Di setiap pantai di NZ, fasilitas seperti toilet, hut (barak/ruangan tempat menginap gratis), dapur dan air bersih selalu tersedia. Tidak heran bila NZ terkenal sebagai tempat paling difavoritkan independent travellers.

Sebelum mulai sea kayaking, saya diberi wet suit atau baju selam, warm shirt, sepatu karet dan kupluk merah. Komentar saya bahwa "tidak enak" memakai baju selam karena terlalu ketat di bagian bawah :D mengundang gurauan Mary yang memang gila humor: "I'm sure you still look beautiful with that" :P Setelah kami diberi instruksi singkat mengenai posisi duduk, cara mengayuh dan tips keselamatan selama perjalanan, kami mulai perjalanan 1 jam sea kayaking. Saya duduk di depan, satu kayak dengan Mary. Michael dan Fabian berada di kayak lainnya. Ternyata tidak terlalu sulit.

Di tengah jalan, kami sempat melihat anjing laut yang sedang bermalas-malasan berjemur di bebatuan Penicle Island. Sayang sekali fotonya terlalu terang sehingga anjing lautnya sulit dibedakan dengan bebatuan. Beberapa kali kami harus menunggu Michael dan Fabian yang mengayuh kayak dengan lambat (foto keempat di atas). Sampai-sampai Mary berteriak ke arah mereka sambil bercanda: "C'mon ladies, faster, faster" atau "Faster...cookies...cookies... " sambil melambai-lambaikan sekaleng chocolate cookies ke arah mereka. Ya, kami sempat makan biskuit di tengah laut, saat beristirahat mengayuh :D. Hari itu, hanya kami saja yang "berani" pergi sea kayaking di tengah cuaca berangin lebat, ombak cukup besar dan mendung. Menurut Mary, pada hari cerah dan musim panas, di mana-mana akan bersimpang siur boat, perahu layar dan kayak, ramai.


Merapat di Meadlands beach Tonga Island Tonga quarry Cast away

Kami merapat di Meadlands bay, sebuah pantai kecil sebelum Bark Bay (lihat peta). Sebelum merapat, Mary sempat ragu karena ombak dekat pantai cukup kuat dan dia meminta kami untuk mengayuh dengan sekuat tenaga melawan ombak sehingga bisa merapat. Alhamdulillah aman, meski saya sempat tersandung kayak sendiri pas melompat turun dan berlari menarik kayak ke pantai. Di pantai ini kami makan siang dengan makanan yang disedikan tour: sup sayuran, chicken sandwich, apel, jeruk, jus, muffin dan cookies. Saya tidak bisa menghabiskan semuanya, jadi saya bawa saja untuk bekal selama nanti hiking. Fabian juga sempat cerita kalau dia kehilangan kacamatanya saat muntah di tengah laut. Ternyata Fabian sempat mabuk laut saat mengayuh dan tidak nafsu makan saat ditawari lunch.

Pukul 12.40 saya berangkat sendiri berjalan kaki mengikuti jalan setapak menuju pantai Onetahuti. Michael, Fabian dan Mary melanjutkan sea kayaking. Menurut Mary, saya akan berjalan kaki selama 2.5 jam. Saat memulai perjalanan, saya sempat ragu karena sebagian jalan setapak di depan saya sudah longsor. Yang tersisa hanya pijakan selebar 30 cm. Kalau ini pematang sawah, saya tidak takut. Tapi jalan ini bersisi tebing dan jurang. Di tebing, tidak ada pegangan batu atau akar. Sepatu saya cuma sepatu olah raga biasa. Jantung mulai berdegub kencang, darah serasa mengalir ke kaki semua, tangan terasa dingin, dan saya mulai berjalan perlahan melewati alur seperti ini yang terdapat di beberapa tempat. Setelah itu saya harus melewati jalan yang menanjak tajam saat mendaki bukit. Tapi semuanya memberikan imbalan pemandangan yang indah. Salah satunya pemandangan Tonga Island (foto kedua).

Jalan kemudian menurun, membawa saya ke pantai di Tonga Quarry yang sepi (foto ketiga dan keempat). Saya sempat berjalan dari ujung ke ujung pantai. Tidak ada satu pun orang. Saya juga tidak melihat kayak Mary dkk. Sempat merasa takut kalau saya sudah ditinggal sendirian. Pantai yang begitu sepi dan bersih. Tapi meski sepi, di sini ada toilet dan air bersih. Suasana yang sepi mengingatkan saya pada Chuck Noland/Tom Hanks di film Cast Away. Sambil menunggu Mary dkk lewat, saya sempat juga menyanyi sendiri keras-keras sambil membentangkan tangan di sana :P. Saya lalu memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Onetahuti, tapi sebelum itu mencari dahan untuk menulis di pasir "I was here", supaya bisa dilihat Mary dkk yang mungkin akan lewat.


Burung pemakan kerang Onetahuti Bay Onetahuti yang sepi Pose sebelum pulang

Sekitar setengah jam kemudian, saya sampai di Onetahuti Bay. Pantai yang panjang, bersih tapi sepi. Sejauh mata memandang hanya pepohonan dan pasir keemasan di satu sisi, dan di sisi lain yaitu Tonga Island, laut dan samar-samar pegunungan dan bukit di North Island. Tonga yang satu ini bukan negara. Dinamai Tonga untuk menunjukkan pulau di Selatan (Tonga dalam bahasa Maori = Selatan), meskipun sebenarnya tidak tepat. Saya pun menghabiskan waktu menunggu Mary dkk dengan menyusuri pantai. Sempat terbersit keinginan berjemur badan supaya agak gosong dan tidak terlalu pucat :P, tapi banyaknya nyamuk pantai membuat saya tetap mempertahankan t-shirt dan jaket. Lagipula, NZ terkenal dengan radiasi UV tertinggi di dunia karena dekat kutub selatan, yang ozon-nya berlubang. Di pantai itu saya hanya menemukan burung camar dan burung pemakan tiram. Di ujung pantai saya menemukan tempat yang menurut peta merupakan tempat bertemunya dua arus yang berbeda di laut.

Setengah jam kemudian, Mary dkk muncul, dengan kayak Mary menarik kayak yang ditumpangi Michael dan Fabian. Menurut Mary, kedua pelajar Jerman itu mengayuh terlalu pelan, sehingga bila tidak ditarik, kami akan ketinggalan bis ke Nelson. Setelah bebenah perlengkapan, kami makan cookies yang dibawa Mary. Sempat berfoto-foto sebentar sebelum boat datang menjemput untuk kembali ke Nelson. Kami merapat di Marahau sekitar 10 menit sebelum bis datang. Layanan tour yang memuaskan karena Mary tidak pernah berhenti bercanda dan makanan yang disediakan, meskipun standar, tapi enak. Sesampainya di hotel, saya mandi lalu langsung menuju Turkish Kebab untuk makan malam.


Jam 8 pagi masih sepi Cathedral Anzac Park

Keesokan hari, sambil menunggu checkout, saya berjalan mengelilingi pusat kota Nelson sekali lagi, melihat-lihat taman dan Sunday market. Sayang sekali, tamannya tidak semenarik di Christchurch, begitu pula barang-barang yang dijual di Sunday market. Hanya cathedral saja yang cukup menarik. Pukul 10, saya dijemput airport shuttle dan pukul 11 terbang kembali ke Christchurh. Dari bandara, saya langsung dijemput teman menuju ke acara ultah anak salah satu teman sekaligus pembubaran panita 17-an. Perjalanan yang menyenangkan dan memberi kesegaran. Jika ada rejeki, saya akan kembali menjelajah Abel Tasman National Park sekali lagi, ditambah Kahurangi National Park. Insya Alloh;-)

posted by Leo at 11:05

Sunday, September 24, 2006

Bulan Agustus 2006 (Bagian 3 dan 3.5)

Setelah acara pernikahan teman, saya ikut membantu mempersiapkan Special General Meeting untuk Perhimpunan Masyarakat Indonesia di Canterbury dan acara peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-61. Kedua acara ini berlangsung dua hari berturut-turut. Dimulai dari sore hari tanggal 19 Agustus 2006, yaitu dengan acara lomba 17-an, seperti lomba makan donat (tidak ada kerupuk :P), lomba kelereng, lomba memasukkan pinsil ke botol, dan lomba tarik tambang. Dilanjutkan dengan Special General Meeting dan gladi resik/bebenah untuk acara HUT RI keesokan harinya.

Tanggal 20 Agustus 2006, pukul 11.30 siang, acara peringatan HUT RI dimulai. Sampai dengan akhir acara, jumlah tamu sekitar 200 orang termasuk perwakilan dari KBRI. Acaranya terdiri dari upacara singkat dan sambutan, yang diikuti dengan penampilan tari jaranan dan tari gumbiro oleh anak-anak, vocal group yang dibawakan ibu dan bapak guru SMA dari Propinsi Jambi yang sedang ikut kursus 6 bulan di sini, peragaan pencak silat dari salah satu bapak guru, pemutaran film promosi wisata Indonesia, kuis, penyerahan hadiah untuk pemenang lomba dan poco-poco bersama. Acara berlangsung cukup meriah, sederhana, singkat dan padat. Makanan berlimpah. Pukul tiga sore, seluruh rangkaian acara selesai. Sayang sekali, saya lupa membawa kamera.

Tanggal 23 Agustus 2006, saya terbang ke Nelson untuk presentasi di sebuah seminar tahunan. Saya presentasi di hari pertama (24 Agustus), session kedua pagi hari. Sebenarnya saya agak ragu untuk presentasi di seminar ini karena topik yang saya bawakan tidak cocok dengan tema seminar, yang terfokus pada pertanian di NZ, perdagangan internasional dan dampak pertanian terhadap lingkungan. Namun pembimbing dan panita menyakinkan bahwa makalah saya dapat diakomodasi. Dugaan saya ternyata benar. Tidak banyak orang yang tertarik dengan penerapan teori dan analisa psikologi di bidang pertanian, di negara berkembang untuk jenis pola tanam padi, ikan dan udang. Tidak apalah karena tanggapan dari yang hadir cukup positif dan mereka menganggap hasil penelitian saya cukup signifikan dan memberikan terobosan baru. Insya Alloh awal atau pertengahan tahun depan, saya bisa menerbitkan beberapa artikel berdasarkan penelitian saya di jurnal internasional.

Siang hari tanggal 25 Agustus, setelah acara seminar berakhir, saya pindah hotel ke Nelson city center. Hotelnya Accent on the Park. Hotel kecil yang bersih sekali dan managernya ramah. Saya menghabiskan sore itu dengan berjalan kali mengelilingi kota Nelson. Saya juga memesan sea kayaking tour di salah satu penyedia: Kiwi Kayaks. Tadinya saya sudah berminat memesan combo: sea kayaking+walking+sailing, tapi karena hanya saya sendiri yang berangkat, tour ini dibatalkan. Jadilah saya hanya ikut kombinasi sea kayaking and walking di Abel Tasman National Park.

Lihat-lihat di wikipedia, menarik juga membaca sejarah Abel Tasman, pemimpin ekspedisi perdagangan VOC yang ternyata menjadi orang Eropa pertama yang menemukan pulau Tasman dan New Zealand. Dia bahkan meninggal di Jakarta. Masih ada tidak ya kuburannya di Jakarta?

Untuk cerita selengkapnya mengenai sea kayaking termasuk foto-fotonya, bisa diikuti di sambungan cerita minggu depan. Oleh karena itu, tulisan ini diberi judul bagian 3.5 karena sebagian cerita di bagian 4 sudah diuraikan di sini, dan sebagian lagi minggu depan ;-).

Selamat menjalankan ibadah di bulan Ramadhan 1427 H kepada rekan-rekan muslim.
Mohon maaf lahir dan bathin.

posted by Leo at 07:18

Sunday, September 17, 2006

Bulan Agustus 2006 (Bagian 2)

We've Only Just Begun
Artis: the Carpenter
Music/Lyrics: Paul Williams and Roger Nichols


We've only just begun to live,
White lace and promises
A kiss for luck and we're on our way.
And yes, We've just begun.

Before the rising sun we fly,
So many roads to choose
We start our walking and learn to run.
And yes, We've just begun.

Sharing horizons that are new to us,
Watching the signs along the way,
Talking it over just the two of us,
Working together day to day
Together.

And when the evening comes we smile,
So much of life ahead
We'll find a place where there's room to grow,
And yes, We've just begun.


Saya sebenarnya ingin menyanyikan lagu ini saat pernikahan dua teman saya, tapi karena tidak ada band pengiring, jadi diurungkan:D Lagu yang cocok untuk menggambarkan pernikahan mereka yang baru mengenal satu sama lain mulai bulan Maret 2006, dan kemudian menikah di bulan Agustus 2006. Semoga mereka berdua mendapat rahmat sehat, kebersamaan dan kebahagiaan dalam menjalani kehidupan berkeluarga. Amin. Ini sebagian kecil dari beratus-ratus foto pernikahan mereka :D

Pernikahan mereka dimuat di Koran Turki, di halaman pertama, dengan foto menjelang ijab kabul. Di halaman lain, terdapat artikel seperti perumpamaan garam di laut, asam di gunung, bertemu di belanga.
Masuk Koran! bertemu di Christchurch

Tamu perempuan segala umur dan segala status bersiap berebut lemparan bunga
Lempar bunga

Pengantin baru tampak ceria saat bersiap memotong kue pengantin
Kebahagiaan pengantin baru

Suasana makan siang dan tamu-tamu dari Lincoln berfoto, termasuk saya.
makan siang Tamu dari Lincoln

Foto-foto diambil dari album kedua mempelai, tanpa ijin :P

posted by Leo at 05:10

Monday, September 11, 2006

Bulan Agustus 2006 (Bagian 1)

Luar biasa. Itu saja kesan saya mengenai bulan Agustus 2006 yang baru berlalu. Luar biasa karena saya sibuk luar biasa. Sejak akhir Juli, intensitas kesibukan mulai terasa saat saya menyiapkan undangan untuk pernikahan sahabat saya. Dilanjutkan dengan perhelatan pernikahan, peringatan HUT RI ke-61 dan presentasi di seminar di Nelson.

Hajatan Pernikahan

Jum'at, 11 Agustus 2006: persiapan dan gladi resik. Persiapan dimulai dengan mengatur tata letak meja dan kursi untuk resepsi, dekorasi ruangan utama dan mengatur sound system dan video. Acara latihan dimulai setelah semua makan malam. Hampir pukul 10.00 malam, saya tiba di flat dan harus melanjutkan memasak Turkish dolma, dibantu tiga teman. Pukul 12.30, hampir 100 dolma sudah matang. Lentil soup dan cacik akan disiapkan besok pagi. Sebelum tidur, saya sempatkan untuk menyetrika kemeja putih dan menyemir sepatu.

Sabtu, 12 Agustus 2006: hari pernikahan. Pagi hari saya mulai memasak sup lentil. Pukul 7, teman bangun tidur dan membantu membuat cacik. Hampir pukul 8, semua makanan sudah siap. Pukul 9, saya dan 4 teman berangkat ke tempat acara; tapi saya harus mampir ke beberapa tempat dulu karena selama perjalanan kami menerima sms untuk mengambil/ membeli hal-hal kecil yang terlupakan di jam-jam terakhir menjelang acara. Setelah sampai di tempat acara dan menurunkan makanan, saya dan teman (kami berdua menjadi best man) harus pergi menjemput Imam di mesjid. Kami cemas karena waktu yang tersisa sangat sempit untuk pulang-pergi menjemput Imam. Apajadinya bila Imam dan best man terlambat. Alhamdulillah, kami tiba di tempat acara, lima menit sebelum akad nikah dimulai.

Acara pernikahan berlangsung di rumah teman, yang terletak di sisi bukit Cashmere yang menghadap ke hamparan pemandangan kota Christchurch. Upacara berlangsung seperti upacara pernikahan secara Islam pada umumnya di Indonesia, dan lebih sederhana karena kami tidak tahu baik adat pernikahan Lampung/Bali (orang tua mempelai wanita: ibu dari Bali, bapak dari Lampung), maupun adat pernikahan Turki.

Para tamu sudah memenuhi dua ruangan dan duduk rapi di lantai karpet. Di kartu undangan, saya memang sudah mencantumkan pesan "dress for sitting on the floor" sehingga ibu/remaja putri siap dengan celana panjang atau gaun panjang, agar tidak canggung duduk di karpet. Para tamu tampak antusias dengan kamera masing-masing, karena bagi sebagian besar dari mereka, ini merupakan kesempatan langka menyaksikan pernikahan secara Islam di New Zealand. Menurut mempelai pria, ini merupakan pernikahan internasional karena tamu-tamu yang datang memiliki latar belakang dari 21 negara: Indonesia, Turki, Selandia Baru, Jepang, India, Malaysia, Singapura, Thailand, Jerman, Iran, Chile, Cina, Swiss, Barbados, Kanada, Inggris, Australia, Nigeria, Fiji, Timor Timur, dan Palestina.

Pukul 11.15, MC kemudian membuka acara, menyampaikan kata sambutan dan ucapan terima kasih kepada para tamu yang sudah hadir. Lalu pengantin pria datang diiringi dua best man, satu dari Turki, satu dari Indonesia. Pengantin pria mengenakan jas broken white, kemeja putih kebiruan dengan dasi biru. Hiasan di kepalanya peci tapis Lampung, dan di dadanya terselip rangkaian kecil bunga mawar merah. Saya membawa kotak mahar yang berwarna keemasan dengan hiasan penutup bercorak bintang-bintang. Best man mengenakan jas hitam dan berdasi. Di pintu ruangan utama, mempelai pria disambut dua Bapak yang bertindak selaku saksi pernikahan. Mereka berasal dari komunitas Indonesia di sini. Kedua saksi kemudian mengalungkan kain tapis di pundak mempelai pria, dan menuntun mempelai pria untuk duduk di hadapan tamu.

MC lalu menjelaskan latar belakang kedua mempelai, termasuk pertemuan pertama mereka di bandara Christchurch yang langsung menumbuhkan rasa cinta di antara keduanya: cinta pada pandangan pertama. Kemudian mempelai wanita memasuki ruangan dibimbing Ibu tuan rumah. Pengantin wanita mengenakan busana muslim berwarna broken white, dengan sarung tapis Lampung. Selama acara, ruangan bebas dari suara obrolan, tapi ramai dengan kilatan blitz dan bunyi klik kamera para tamu.

Acara pernikahan juga disaksikan keluarga mempelai wanita melalui video-conference yang sudah disiapkan. Sayang sekali, tayangannya hanya bisa satu arah: penonton di Indo bisa melihat kami, sedangkan kami tidak bisa melihat mereka. Keluarga mempelai pria juga tidak bisa menyaksikan acara pernikahan ini karena perbedaan waktu yang tidak memungkinkan. Mempelai wanita sudah menyerahkan ijin dan surat kuasa tertulis dari orang tuanya kepada Imam sehingga pernikahan dapat dipimpin oleh Imam.

Akad nikah diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an, surat Arrum, ayat 20-24, dan dilanjutkan dengan pembacaan terjemahannya, dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Selanjutnya, Imam memberikan ceramah singkat mengenai perkawinan berdasarkan hukum Islam, yang dilanjutkan dengan ijab kabul. Acara ijab kabul sempat diulang satu kali karena mempelai pria terlalu bersemangat atau nervous sehingga sempat terburu-buru mengikuti ucapan Imam. Kali kedua, semuanya lancar. Setelah itu, kedua mempelai menandatangani sertifikat pernikahan yang diterbitkan mesjid. Resmilah pernikahan mereka secara agama. Pengantin pria kemudian menyerahkan mahar berupa mukena dan kalung emas dengan medali yang berbentuk kerangka hati dari emas. Kilatan blitz dan bunyi klik kamera tetap ramai.

Acara dilanjutkan dengan pernikahan secara sipil, yang dipimpin oleh marriage celebrant (orang yang disumpah dan diberi kewenangan oleh undang-undang dan negara untuk memimpin dan mengesahkan pernikahan sipil). Yang bertindak sebagai marriage celebrant adalah seorang profesor dari Lincoln. Pada acara ini, kedua mempelai mengucapkan janji pernikahan (marriage vows) dan bertukar cincin. Acara diakhiri dengan penandatanganan akta nikah sipil.

Selanjutnya, pengantin pria memberikan sambutan singkat yang intinya merupakan ucapan terima kasih kepada tuan rumah, tamu dan teman-teman yang membantu menyiapkan acara pernikahan ini. Para tamu kemudian satu per satu menyalami pengantin dan langsung menuju meja hidangan untuk bersantap siang. Menu kali ini: dolma, lentil soup, cacik, sup udang asam, oseng buncis/tahu/jagung muda, ayam taliwang, mie goreng, nasi, kerupuk udang, asinan, chocolate mousse, cake, puding dan minuman ringan. Selama makan siang, tamu dan pengantin bergantian berfoto dan pengantin wanita sempat pula melakukan acara melempar karangan bunga.

Semua senang karena acara berlangsung lancar dan meriah. Tamu-tamu juga merasa terkesan dan puas. Makanan yang disediakan juga melimpah, melebihi kebiasaan acara pernikahan di NZ. Para tamu juga bisa membawa hadiah apa saja. Acara berakhir pukul 2 siang. Setelah itu kami bebenah kembali dan pulang.

(Bagian II: foto-foto pernikahan dan masuk koran!, Bagian III: HUT RI ke-61, Bagian IV: Seminar dan sea kayaking di Nelson)

posted by Leo at 05:10

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004