<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Friday, May 02, 2008

Pekerjaan Rumah

Suatu sore di Bandung, saat duduk-duduk dengan 4 keponakan mungil-mungil (usia 6-10 tahun) sambil menonton tv, tiba-tiba terlintas pertanyaan: apa ini saatnya mereka mengerjakan pekerjaan rumah (PR)? Sedetik setelah saya melontarkan pertanyaan itu, keponakan yang paling besar langsung mengaduk-aduk tasnya, mengeluarkan satu buku, dan langsung berusaha mengerjakan PR tentang Koperasi. Dua anak tengah langsung merengek dengan bencinya setelah mendengar kata “PR”, sementara yang bungsu menunggu jawaban Ibunya tentang PR apa yang dia punya untuk esok hari. Si bungsu masih tk besar, tapi sudah dapat PR.

Si sulung beberapa kali bertanya tentang jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan di dalam bukunya. Pesan saya: baca dulu uraian/penjelasan di depan, baru soal-soalnya dikerjakan. Awalnya, jawaban dia: malas, ah…tapi akhirnya dia baca juga karena Oom-nya tidak mau memberi jawaban ;-). PR yang dia miliki terdiri dari 3 bagian. Pada bagian pertama, terdapat soal-soal isian titik-titik dengan jawaban yang ada dalam uraian tentang Koperasi. Bagian kedua menjodohkan. Ini masih mudah. Namun pada bagian ketiga, jawaban untuk soal-soalnya tidak bisa ditemukan di uraian. Semula saya tidak percaya, tapi setelah saya membaca uraiannya, saya baru sadar bahwa mungkin penyusunan materi pertanyaan dalam 3 bagian ini ada maksudnya. Bagian pertama: membutuhkan pemahaman setelah membaca uraian, bagian kedua: membutuhkan hafalan setelah membaca, bagian ketiga:membutuhkan interaksi antara anak dengan orang tua karena jawaban soal-soalnya tidak ada dalam uraian.

Saat itu langsung terlontar pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah Ibu guru di sekolah menjelaskan bagaimana cara mengerjakan PR ini? Jawaban keponakan saya: tidak. Apakah orang tua tahu maksud penyusunan soal-soal ini yang membutuhkan interaksi antara anak dan orang tua? Jawaban kakak saya: tidak atau kira-kira tahu (menebak). Lantas apakah setiap orang tua memiliki pengetahuan dan waktu yang cukup untuk membantu anak menjawab dan menjelaskan jawaban? Jawaban kakak: waktu ada tapi pengetahuan belum tentu karena banyak yang sudah lupa. Kesimpulan saya: masih ada yang kurang dalam sistem pengajaran anak-anak sekarang, sehingga PR menjadi beban baik bagi anak dan orang tua. Hal ini juga menciptakan kondisi yang kurang menguntungkan terutama untuk si sulung yang memang gemar belajar dan mengerjakan PR.

Sekarang kasus dua anak tengah. Dua-duanya membenci PR, dan sepanjang proses pengerjaan PR, mereka berkeluh-kesah dengan alasan-alasan aneh bin lucu. Keponakan yang lebih besar mengeluh karena waktu mengerjakan PR bersamaan dengan serial Naruto, yang disambung dengan sinetron X, lalu sinetron Y (Oom-nya tidak pernah nonton sinetron jadi tidak tahu judul-judulnya). Dia juga sering berhenti mengerjakan soal dengan alasan tunggu lagunya selesai... nanti pas iklan... eh, iklannya lucu, dll. Keponakan ini yang paling banyak akal, banyak alasan dan jahil. Banyaknya distractions, seperti acara-acara tv, menyebabkan saat membuat PR menjadi saat-saat yang tidak menyenangkan. Sebenarnya dulu saya juga selalu belajar dengan ditemani tv. Namun karena saat itu hanya ada satu stasiun tv dengan proporsi acara penerangan yang lebih banyak dibandingkan acara hiburan, mata saya lebih banyak tertuju pada buku dibandingkan layar tv. Sekarang? Warna-warni, lagu dan dialog sinetron di tv jauh lebih menarik dibanding kalimat, gambar dan titik-titik yang harus diisi. Sebenarnya adalah tugas orang tua untuk meminimalkan distractions selama anak belajar.

Keponakan yang lebih kecil memiliki PR matematika. Anak ini sebenarnya cerdas karena hanya satu dari soal-soal yang diberikan hasilnya salah. Tapi setiap ada hasil penjumlahan dan pengurangan yang mengandung angka “nol”, dia selalu berhenti, bingung dan merengek. Dia tidak suka membuat angka “nol”, katanya paling sulit. Ada-ada saja. Tapi setelah saya amati, ada alasan lain yang menyebabkan dia tidak suka angka “nol”. Anak ini kalau jam 8 malam sudah mengantuk. Jadi membuat angka nol membuat dia tambah mengantuk. Dugaan saya terbukti, karena begitu buku matematikanya dilipat dan ditaruh di tas, si anak langsung menuju kasur dan tidur. Kasihan. Saya lalu bilang sama kakak, mungkin lebih baik jika mereka mengerjakan PR langsung setelah pulang sekolah, biar semua urusan sekolah selesai semua dan setelah itu mereka bisa tidur siang, bermain, dsb. dengan lebih leluasa.

Si bungsu ternyata tabiatnya lain. Dia lebih banyak menunggu dan mengamati kakak-kakaknya. Namun setelah diberitahu bahwa PR-nya adalah belajar membaca, dia tidak perlu menunggu perintah lagi dan langsung mengeja dan membaca sampai selesai. Hebat. Semoga saja semangatnya tidak luntur setelah dia masuk SD, saat dia menemukan teman dan pengaruh yang lebih beragam.

Banyak juga yang bisa dipelajari dari polah tingkah keponakan-keponakan saya. Hasilnya memberi jawaban atas keingintahuan saya tentang alasan anak-anak, termasuk teman-teman saya dulu, tidak suka membuat PR. Meskipun sebagian besar alasan dulu dan sekarang berbeda, tapi ada beberapa alasan yang tetap sama, yaitu yang terkait dengan motivasi si anak, kejelasan panduan mengerjakan PR, dan peran orang tua terutama dalam menumbuhkan motivasi anak dan mengarahkan anak untuk membagi waktu dengan baik. Anak-anak juga perlu diajak untuk menonton berita di tv atau dibiasakan membaca koran, karena banyak ilmu pengetahuan umum yang dijadikan PR tapi tidak bisa ditemukan di buku. Saya jadi teringat dengan kegemaran saya dan kakak menonton acara “berita nasional” dan “dunia dalam berita”, dan bagaimanya serunya berebut koran dan majalah dengan kakak saya dulu setiap kali tukang koran langganan memanggil dari balik pagar.

posted by Leo at 08:43

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004