<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Wednesday, July 25, 2007

Asam di Gunung, Garam di Laut...

Asam di gunung, garam di laut, bertemunya di perut juga

Sudah pasti kalau pulang ke Indo, makanan akan terlihat dan terasa lebih enak. Yang bersantan terasa lebih mantap, begitu pula yang pedas dan asam. Belum lagi berbagai gerai makanan dengan menu baru yang membuat selera makan bertambah. Hampir semua makanan kesukaan sudah saya coba, dan hanya beberapa saja yang masih belum dicoba, termasuk comro, tapai ketan hitam, es doger, lumpia basah dan batagor. Dua minggu lalu terpaksa stop karena terserang gangguan perut.

Saya sudah berusaha menjaga dengan tidak makan di sembarang tempat, dan sering membawa masakan sendiri. Tapi gangguan perut datang dari sumber yang tidak bisa ditolak: traktiran teman. Setelah dibelikan nasi kapau lengkap, saya disuguhi rujak buah-buahan warna-warni yang luar biasa enak: kesemek kuning tua, jeruk bali dan jambu biji merah muda, semangga, pepaya dan jambu air merah, melon dan kedondong hijau, nanas kuning muda, bengkoang putih yang crunchy. Dan lebih lengkap lagi karena mulai malam harinya perut saya mulas dan berlanjut sampai saya berkunjung ke dokter.

Alhamdulillah, sakit segera hilang. Tapi sang dokter memberi syarat: stop makan bersantan dan pedas, dan stop jajan di pinggir jalan. Semula saya ingin protes tentang larangan yang kedua, karena selama datang di Jakarta, belum pernah saya beli makanan di pinggir jalan. Tapi kalau mau sembuh, saya harus menurut... meski ternyata tidak bisa seratus persen. Jika dilarang, sepertinya godaan untuk mencoba semakin besar. Akhirnya, saya langgar juga dengan membeli gorengan cakwe medan di dekat rumah yang dimakan dengan sambal cair pedas-asam. Saya sebenarnya juga ingin membeli asinan Jakarta yang dijual berseberangan dengan penjual cakwe. Namun setelah tutup mata sebentar dan tarik nafas dalam-dalam, akhirnya bisa ditahan. Alhamdulillah perut saya masih kuat, dan cakwe-nya enak sekali..nyam :P

Pagi tadi, setelah berolah raga, gangguan berikutnya datang. Saat keluar dari gym dan menyeberang jalan, ada pedagang bubur kacang hijau dan ketan hitam sedang melayani pembeli. Hidung saya sudah pasang radar untuk sekedar menangkap baunya, dan wah....langsung terpikir, apa saya berani melanggar untuk kedua kalinya? Ternyata tidak berani karena saya masih sayang dengan perut saya. Akhirnya saya hanya sempatkan 1-2 menit memandangi gerobak bubur, penjual dan pembelinya, dan menikmati sesaat aroma santan dan gula merah yang terhembus saat tutup panci dibuka.... hmmm haruuum.... Lalu saya mengeluarkan sapu tangan, mengusap mulut dan melambaikan tangan... lho? Maksudnya, melambaikan tangan untuk menyetop kendaraan.... Sepanjang hari itu, khayalan saya hanya berisi tentang bubur kacang hijau dan ketam hitam. Slurup :P


Asam di gunung, garam di laut, bertemunya di belanga

Tadi malam merupakan kali pertama saya datang ke resepsi pernikahan tapi tidak kenal satu orang pun, kecuali ibu dari mempelai wanita. Saat antri bersalaman, saya merasa sepi. Sebagian besar yang datang membawa pasangan atau teman. Tapi saya lumayan terhibur karena pertama kali melihat prosesi upacara adat Minang. Sebelumnya, saya hanya hadir di resepsi pernikahan adat Jawa, Sunda, Batak, Palembang, Madura, resepsi modern, dan resepsi special (ala "Yuana-Serkan" :D). Hiasan panggung pengantin adat Minang sungguh luar biasa indah. Sebenarnya ada satu resepsi paling indah yang pernah saya kunjungi. Panggungnya penuh bunga, janur dan pepohonan, serta gantungan sarang-sarang burung (hidup) yang berkicau merdu, dengan iringan gamelan Jawa yang syahdu. Namun malam itu, saya melihat kemegahan yang lain. Hiasannya sebagian besar berwarna emas dan merah, yang menjadikan panggung tampak megah. Beruntung saya datang awal sehingga masih sempat menyaksikan sajian tarian-tariannya.

Karena bosan dan sudah berputar-putar tidak ketemu orang yang dikenal, saya memutuskan sesudah makan langsung pulang.... Selamat berbahagia untuk yang menikah, juga untuk keluarganya.


Asam di gunung, garam di laut, bertemu nano-nano di angkutan umum

Tidak tahu mengapa, bila saya naik kendaraan umum, saya sering cepat mengantuk dan tertidur. Semakin sempit dan sesak, semakin cepat tertidur:P Sebenarnya sangat berbahaya jika ada pencopet, tapi alhamdulillah, dan semoga, tidak sampai kecopetan.

Namun rasa kantuk tadi malam tampaknya enggan muncul. Alasan pertama karena saya masih teringat band pengiring di resepsi pernikahan yang baru saya kunjungi. Ada rasa rindu untuk bisa nge-band lagi bersama teman-teman lama, tapi mereka belum tahu kalau saya sudah kembali ke Jakarta. Sepanjang jalan itu, saya terpikir lagu apa yang akan saya nyanyikan di resepsi pernikahan, jika saya diminta menyanyi. Yang terpikir pertama: "Smoke Gets in Your Eyes", tapi rasanya kurang pantas karena seperti teasing kalau alasan pernikahan karena cinta buta :P Lalu teringat lagu "The Way You Look Tonight" seperti di film "My Best Friend's Wedding", atau lagu "Somewhere Out There", tapi harus berduet... atau "Love is All Around"... tapi akhirnya pilihan saya jatuh pada lagu Michael Buble "That's All", salah satu lagu favorit saya sepanjang masa :). Saya merasa senang sudah menemukan lagu yang pas, meski kesempatan menyanyinya masih dalam angan-angan.

Tapi tiba-tiba saya harus memutuskan khayalan, saat ada penumpang baru duduk di sebelah. Dia sibuk bercakap di telepon genggamnya. Dan saat mobil baru berjalan 5 menit, temannya naik dan duduk di dekatnya. Suasana jadi ramai karena mereka bergosip tentang duda ganteng yang baru cerai, serta alasan perceraiannya. Sebenarnya percakapan mereka tidak akan menganggu khayalan saya jika saja satu dari mereka menutup mulutnya. Bukan... bukan karena bicaranya keras atau suaranya cempreng. Penampilan mereka cantik dan suara mereka bagus dan sedikit centil. Tapi bau mulut salah satu dari mereka itu teramat sangat mengganggu. Mereka memang memakai wewangian, tapi aroma bau mulut salah satu dari mereka yang terhembus AC bisa sampai juga ke saya.

Kok mereka tahan ya berbicara satu sama lain? Apa sedang pilek? Hidung tersumbat? Atau terlalu bersemangat dengan prospek "duren" yang jadi objek pembicaraan? Saya yang duduk amat merapat ke jendela sudah kepayahan... help...help.... Beruntung tujuan sudah dekat. Menit-menit terakhir itu saya habiskan dengan olah nafas.... tarik nafas... tahan... keluar...cepat tarik lagi.... tahannnnnn....


Asam... kali ini nasib kurang beruntung bagi seorang ibu

Saat naik kopaja menuju gym, ada seorang ibu yang meminta supir untuk menurunkan dia di depan Masjid. Saat kopaja sudah mendekati tujuan, ternyata ada tiga orang lain yang juga bersiap turun. Tiba-tiba semua orang yang di pintu berteriak panik "Stop! Stop! Nanti si ibu tergilas!!!" Dan saya yang terkejut hanya bisa melongo melihat ke pintu bahwa kopaja yang saya tumpangi sudah menggilas ibu yang tadi minta turun di depan Masjid. Kaki si ibu yang malang remuk dan si ibu yang shocked tidak bisa mengeluarkan air mata atau suara, mungkin karena rasa sakit yang luar biasa. Beruntung banyak orang langsung datang menolong dan membawa si ibu ke rumah sakit.

Kecelakaan ini terjadi karena si ibu tidak sabar untuk turun. Jalannya mobil sudah melambat karena tujuan masih sekitar 15 meter lagi, tapi mobil belum sepenuhnya berhenti. Penumpang lain yang siap turun terkejut karena si ibu ternyata melompat turun dengan kaki kanan. Jejakan kaki kanan saat turun tidak disarankan, apalagi saat turun dari pintu depan; dan itu yang terjadi. Jejakan si ibu tidak kuat menahan dorongan mobil yang maju ke depan, dan si ibu pun jatuh terguling dan menelungkup di jalan. Terjadilah kecekaaan itu.

Saya merasa iba dengan si ibu, juga dengan pak sopir dan kondektur yang harus menanggung biaya pengobatan, meskipun itu bukan salah mereka berdua. Kejadian di hari Jum'at pagi yang mendung dengan hujan rintik-rintik itu sudah membuat saya kurang bersemangat. Semoga tidak ada kejadian sama terulang.

posted by Leo at 07:59

Tuesday, July 03, 2007

Disorientated

Itulah kesan saya saat menjelajahi rimba Jakarta (dan Bandung) kembali. Entah mengapa, saya begitu mudah lupa dengan jalan dan arah. Padahal dulu saya mudah mengingat lokasi dan tempat. Mungkin file data-data Jakarta dan Bandung sudah terletak agak ke bagian belakang otak saya, sedangkan yang di depannya masih tertata rapi data-data pusat kota Christchurch dan sekitarnya. Akibatnya, saya sering 'tersesat' di Jakarta dan perjalanan pun bertambah panjang, lama dan, tentu saja, mahal. Saatnya mengurut ulang letak file-file jalan-jalan di Jakarta dan Bandung di dalam otak saya...

Tapi bukan salah saya jika dalam perjalanan, saya sering 'tersesat' membaca istilah-istilah baru. Contohnya, halte busway "Buncit Indah", atau tempat wisata alam yang menawarkan kegiatan "Tiwok", atau cafe kecil yang menawarkan "Jenifer", atau sebuah toko mungil bertuliskan "Toko Obat Perkasa Leo". Yang pertama sudah membuat saya tersenyum geli karena saat diumumkan lewat rekaman di dalam busway, ada seorang bapak yang langsung memegang perutnya dengan raut wajah cemas. Yang kedua sudah membuat saya ragu dengan kualitas paket wisata yang ditawarkan, meski alam pegunungannya begitu menggiurkan. Yang ketiga sempat membuat saya bingung: Jennifer yang mana? Aniston? Lopez? Love Hewitt? Ternyata Jenifer itu “jeruk nipis feres (peres)”. Lalu tentang toko obat itu... no comment :P

Sebenarnya ada satu lagi yang membuat saya bingung. Sekarang banyak sekali kata "sejatinya" bermunculan di koran dan di tv. Kalau berpegang teguh dengan pedoman untuk selalu memperhatikan konteks kalimatnya, saya bisa mengerti kalau "sejatinya" itu bersinonim dengan "awal mulanya" atau "sebenarnya". Anehnya, kata "sejatinya" lebih sering muncul di pemberitaan hiburan baik di koran maupun di tv.

Selain sering tersesat dalam keramaian jalan-jalan di Jakarta, dan keramaian penggunaan istilah-istilah 'baru', saya juga masih 'tersesat' di rumah sendiri... Terkadang bingung mau apa di rumah. Bila di Lincoln, saya punya cara mudah untuk mengatur jadwal kegiatan karena lokasi flat saya cukup strategis, dekat ke kampus dan tempat olah raga. Selain itu, fasilitas lumayan lengkap termasuk internet kecepatan tinggi dan peralatan di flat yang tinggal pencet-pencet tombol. Memasak dan mencuci pun mudah. Kalaupun mau pergi, ada kendaraan sendiri atau bisa memakai bis dengan waktu tempuh ke tempat tujuan yang pasti dan bebas macet.

Sekarang, saya harus kembali ke kondisi awal. Harus pintar-pintar mengatur waktu memasak, agar saya tidak kelaparan di pagi hari atau saat pulang bekerja. Meski mudah membeli makanan jadi, sekarang saya lebih suka masakan sendiri. Juga harus mengatur waktu mencuci pakaian karena hari hujan tidak bisa diperkirakan dengan tepat. Teman sampai menggoda saat saya cemas memikirkan hari hujan: "Kalau hujan, bukannya ingat pacar, malah ingat cucian... ckckck..." :D. Yah, begitulah... Bisa payah bila meninggalkan jemuran dan ternyata siang/sore harinya hujan, sedangkan saya belum sampai rumah. Memasang atap untuk jemuran atau membeli mesin cuci dan peralatan elektronik lainnya belum dirasa sreg karena tempat tinggal yang sekarang hanya untuk sementara. Perencanaan juga berlaku bila saya ingin mengunjungi teman atau sekedar jalan-jalan. Saya harus merencanakan jam berangkat dan pulang untuk menghindari kemacetan yang masih sering membuat saya pusing di jalan.

Saya juga masih bingung dengan cara orang mengantri. Ada saja alasan untuk bisa mendapatkan kesempatan lebih dulu. Tingkah menyerobot antrian tidak pandang bulu karena bisa dilakukan oleh orang yang buta huruf, atau orang yang berpendidikan dan berpakaian bagus. Kelompok yang terakhir ini jelas terlihat saat IPO sebuah perusahaan akhir-akhir ini. Saya sebenarnya kaget melihat antrian calon pembeli saham yang disesaki bapak, ibu, nenek dan kakek yang membawa anak dan cucu. Pertama saya mengira ini semacam pengerahan massa, agar IPO terkesan laku dan oversuscribed, dan akhirnya harus dilakukan penjatahan. Semacam aksi tipu-tipu perusahaan penyelenggara IPO. Namun setelah melihat ada koordinator pembeli dari kelompok bapak-ibu ini, saya (masih) setengah percaya kalau bapak-ibu ini memang berniat membeli saham. Antrian IPO menjadi seperti antrian operasi pasar beras atau minyak goreng. Ada yang menyerobot dengan alasan tidak kuat dan sudah tua; ada aksi dorong-mendorong sehingga berkali-kali harus ditertibkan satpam. Saya sendiri? Ada di antrian... ikut hiruk-pikuk antrian; tidak seperti orang yang berbaju sama rapinya dengan saya, yang memohon-mohon pada satpam untuk diperbolehkan masuk tanpa perlu mengantri. Mereka tega berbohong atau menyusup masuk lewat pintu keluar, dan sang satpam tampak tidak tegas dan tidak konsisten.

Hal lain yang membuat saya bingung adalah urusan merokok di tempat umum atau di tempat ber-AC. Meski ruangan ditempeli stiker "ruangan ini hemat energi dan bebas asap rokok" tapi masih ada orang yang merokok tetap dibiarkan. Yang aman dari asap rokok yaitu busway, hypermart dan bank. Ini baru urusan merokok, belum urusan membuang sampah sembarangan, menyeberang jalan sembarangan meski dalam jarak 20 meter ada jembatan penyebrangan, atau mencuri troley saya di hypermart. Yang terakhir ini membuat saya terkesima, karena saya hanya berpaling tidak sampai satu menit, dan begitu akan meletakkan barang di troley yang memang masih kosong, ternyata troley saya sudah lenyap tanpa terdengar bunyinya.... hebat sekali... ruarrr biasa...

Orang-orang Jakarta sepertinya hanya sedikit berubah. Kebiasaannya masih sama, meski saya bisa melihat hal-hal yang lebih tertib, terutama di dalam busway. Lho, kok busway? Memang, busway sepertinya tidak saja memberi keringanan bagi pengguna angkutan massal, tapi juga sudah membantu mengubah pola perilaku mengantri sehingga bisa sedikit lebih tertib. Kalau urusan busway membuat repot yang membawa kendaraan sendiri, saran saya: ayo naik angkutan massal. Jika memilih menggunakan mobil pribadi, ajak teman pergi/pulang bersama, tidak saja untuk yang jauh-jauh tapi juga di dalam kota. Kegunaannya banyak, termasuk mengurangi sekian persen dari pemanasan kota Jakarta yang memang semakin panas.

Panas dan gerah... itu salah satu sebab saya kurang bisa tidur tadi malam. Sebab yang lain yaitu alunan lagu "Kucing Garong" yang semakin malam bisa semakin ramai. Lagu itu hasil kiriman (yang tidak diminta) dari berbagai perhelatan pernikahan yang seperti diadakan bergilir dari rumah tetangga yang satu ke rumah tetangga yang lain. Alhasil, mimpi saya malam tadi menjadi aneh karena saya bermimpi bertemu teman di NZ yang tiba-tiba bisa bernyanyi lagu itu... kok bisa? Padahal teman saya itu londo tulen... Hari ini pun saya terkantuk-kantuk mengetik dengan lirik lagu “Kucing Garong” yang masih terngiang-ngiang di telinga... Ughhh... completely disoriented...

posted by Leo at 16:38

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004