<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Sunday, September 19, 2004

...Trilogy "Me"...

Me, Robot

Jam biologis selalu bekerja dengan tepat setiap hari. Pukul 5 pagi bangun tidur, 8 pagi sudah mulai bekerja. Tiga kali seminggu, antara pukul 6.30-7.30 working out di gym. Makan selalu tepat waktu, pagi antara pukul 5.30-6.00, siang antara pukul 12.00-12.30, malam antara 6.00-6.30. Malam hari, mata seperti sudah diatur untuk terpejam mulai pukul 10.00. Setiap hari ...

"I am wondering it may be good to live like a robot. Always on time, no mater what." Itu komentar ibu kost kalau melihat saya bagun pagi-pagi. Saya cuma tersenyum.

"Where have you been? I haven't seen you around." Komentar dari teman yang pernah ambil kelas sama-sama. "Kept within my womb," jawab saya bercanda.

Teman itu pula yang kemudian mengetuk pintu ruangan saya suatu hari. Kami mengobrol biasa, berkeluh kesah tentang tugas-tugas, bertukar cerita tentang weekend dan kabar teman/keluarga, dan bergosip tentang dosen-dosen dan kebiasaan mereka. Tiba-tiba dia bertanya "Do you enjoy being here? How is your social life?" Saya terdiam sejenak. "What social life?" Saya jawab sambil bercanda...Kami pun tertawa.

"You know, sometimes I just want to live like you. Carry on life without hesitation, without feelings...right on time, just go for anything you have, no moody days, no hectic business." Kembali ibu kost berkomentar saat dia berkeluh kesah dengan masalahnya. "Hey, I'm not like that..." Saya membalas tapi dengan ragu-ragu...tidak juga dengan maksud canda. "...Am I?" Hati saya gundah.

Orang mungkin berpikir bahwa saya suka rutinitas, bergerak seperti robot, mengerjakan hal yang sama dengan tekun dan presisi. Tidakkah mereka tahu bahwa rutinitas terkadang 'menyenangkan' karena di dalamnya saya bisa bergerak dinamis, mencurahkan niat dan bakat, bersembunyi dari kesedihan dan berteriak "shut-up" pada sekeliling, selain memang saya telah terbiasa tumbuh sedemikian. Tentu saja saya 100 persen tahu bahwa mungkin cara ini tidak membawa bahagia...tapi saya bisa kembali bertanya "What kind of happiness?"

***

"Friends" in Me

Sitcom tersukses, begitulah pendapat pengamat pertelevisian di Amerika. Setelah usai diproduksi, tv kembali memutar ulang "Friends" dan ratingnya masih termasuk tinggi, bahkan dibandingkan sitcom baru. Kuncinya adalah karakter tokoh-tokoh dalam "Friends" seperti cermin karakter penonton, yang membuat penonton tetap dekat dan tumbuh bersama "Friends" selama 10 tahun terakhir.

Saya pun demikian. Setiap melihat Ross yang geeky and shy; Monica yang clean freak and home-self-centered; Rachel yang a bit snobbish but self-conscious; Joey yang a slob, but kindhearted; Chandler yang ironic and dreary; dan Phoebe, who is a witty survivor; saya selalu merasa saya pernah 'bersifat' seperti mereka. Saya hanya merasa bahwa saya masih jarang seperti Phoebe yang memiliki keberanian untuk bercanda dalam hidup yang mungkin tidak begitu menyenangkan dan bersikap apa adanya. Juga masih jarang untuk sekali-kali bersikap santai seperti Joey, just spoil yourself and forget the rest. Saya tahu bahwa saya tidak bisa menjadi segalanya. Character recipe setiap orang berbeda. Tapi saya ingin sesaat untuk merasa bersifat 'lain'. Breaking the calmness (untuk tidak menyebut kebosanan), meskipun saya juga tidak ingin radikal.

Mungkin saya perlu teman karena begitulah intisari "Friends". Teman membuat karakter yang 'hilang' dalam diri seseorang bisa terlengkapi. Banyak teman saya, tapi mereka jauh. Untuk membuat satu lingkaran baru, saya membutuhkan tidak hanya kumpul, makan dan ngobrol, tapi juga pola dan irama berteman yang sama. Beruntung sekali para extroverters karena mereka mudah membaur. Dan saya hanya bisa merugi karena teman-teman yang jauh sekarang seolah lebih jauh dari jangkauan. Friends in me, but not around me.

***

Tickle Me

Untuk membunuh kebosanan, saya sering iseng ikut fun tests (just drop by at "Emode"). Test kepribadian, test cinta, test pertemanan, test masa depan, test mirip karakter celebrity, dll. Saya bisa lebih jujur dengan diri sendiri saat menjawab soal-soal dalam fun tests. Hasilnya juga sering membuat lega dan membawa nasehat untuk diri sendiri. Tapi dari semua fun tests yang saya coba, belum ada yang menawarkan unconsciousness test.

Mimpi. Test mimpi, itu maksud saya. Seberapa jauh kita bisa mengingat mimpi, seberapa dekat kita dengan mimpi, seberapa percaya kita dengan mimpi. Tapi mungkin tidak akan pernah ada test semacam itu karena mimpi terkadang tidak fun, lagipula bila bicara mimpi terkesan dekat dengan tahayul dan mistik.

Tapi bukankah kita lebih jujur bila dalam keadaan tidak sadar? Menurut saya, kesadaran selain memberi kesempatan kita untuk berkomunikasi dan berkarya, juga memberi kesempatan untuk berakting, berpura-pura, menyiasati yang tidak kita maui. Tapi tidak sadar sama dengan tidak ingat. Jadi bila ada test mimpi, mungkin sebagian besar jawaban adalah 'lupa'...termasuk lupa untuk jujur pada diri sendiri yang sebenarnya 'sadar' dalam tidur.

Mimpi seperti memberi saya 'dimensi' lain yang sering saya lupa untuk melakukannya kala sadar. Bagi saya, tidur dan mimpi adalah satu paket. Adanya pertanda dalam mimpi atau tidak, saya tidak perduli, yang penting mimpi. Saya selalu kembali membuka ingatan akan mimpi jika dalam keterbangunan saya, banyak hal yang membuat saya senang dan sedih tapi saya tidak bisa mencari asal muasalnya.

Skeptis, itu kesan dari orang lain bila saya bicara mimpi. Tapi mereka tidak tahu, bahwa di mimpi saya bisa berharap lebih. Berharap bahwa ada jawaban dari semua pertanyaan dan kegundahan saya selama bangun. Berharap bisa bertemu dan berkomunikasi dengan orang-orang yang saya cintai, tapi tidak mungkin selama sadar. Berharap bahwa saya bisa melakukan hal-hal yang tidak bisa dan tidak mungkin saya lakukan kala sadar. Berharap hidup yang lain dari yang saya jalani. Tentu saja, bila saya mencari dalam mimpi, tidak semuanya indah. Kadang saya harus terbata-bata menyebutkan ayat-ayat suci dalam mimpi untuk mengusir bayangan hitam dan nafas berat yang sering menghampiri saya dalam tidur, atau terjun ke dalam jurang dalam tanpa alas, atau menangis sedih dalam pertengkaran hebat yang saya tidak mengerti alasannya; takut, cemas dan kesal.

It tickles me, both in good and bad ways. It irritates and amuses me at the same time. Itu adalah gambaran yang tepat bila saya tidur dan bermimpi. Mungkin tidak perlu a special test. My dreams have tickled my inner conscious, my conscious existence, all the knobs to operate the robot in me, and all flavors of friends in me. Mimpi akan selalu ada dan menemani. It's my unconscious friend; the only one left for me.

posted by Leo at 06:20

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004