|
Friday, July 30, 2004 |
|
Casomai - If By Chance
Director: Alessandro d’alatri (2002)
Actors: Stefania Rocca, Fabio Vola, Gennaro Nunziante
Pembukaan film ini seakan memberi penonton dengan alur cerita romansa yang biasa-biasa saja. Dua kekasih, Tomasso dan Stefania, pergi ke desa untuk mencari Gereja yang bisa digunakan untuk menikah. Alur cerita mulai memberi kejutan saat upacara pernikahan. Sang Pastor melontarkan pertanyaan-pertanyaan “menggugat” dan mungkin terlalu apatis untuk diungkapkan seorang Pastor pada saat pernikahan. Pastor bertanya tentang pendapat hadirin, terutama teman dan keluarga dekat, tentang pantas tidaknya kedua mempelai untuk mengikatkan diri dalam perkawinan. Salah seorang teman dekat mempelai wanita mengungkapkan bahwa kedua mempelai seperti ditakdirkan untuk bersama, dan mereka bagai sepasang penari ice skating yang dapat meluncur serasi dengan cinta yang alami. “Kejahilan” sang Pastor yang terus bertanya membuat hadirin jengkel karena sang Pastor seperti membuang waktu. “Mengapa mengulur waktu…selesaikan tugasmu, lalu kita makan dan pesta…” desak Ayah si pengantin pria.
Sang Pastor-pun tersenyum, tapi terus bertanya, kali ini kepada kedua mempelai. Jawaban-jawaban kedua mempelai membawa alur cerita mengalir cepat dalam bentuk flashback kisah-kisah pertemuan keduanya dan saat tumbuhnya cinta di antara keduanya. Cinta yang ternyata juga menyedot perhatian dan dukungan teman-teman kedua mempelai. Sang Pastor belum puas dan kembali bertanya: “layaknya penari ice skating, apakah kalian sanggup untuk tetap berusaha berpegangan dan saling mendukung if by chance salah seorang tidak sinkron dan terjatuh?” Jawaban Tommasso: “Stefania membuat saya berbeda, dan saya tidak dapat hidup tanpa dia”…dan mulailah rumah tangga baru Tomasso dan Stefania.
Alur cerita saat perkawian inilah yang kemudian merajut semua pesan sang Pastor (dan film). Pertanyaan sang Pastor tentang selingkuh, kebosanan, tuntutan pekerjaan dan kehidupan modern merajut berbagai pengalaman Tomasso dan Stefania dalam perjalanan mengarungi perkawinan mereka, dalam senang dan susah, dari pertemuan pertama sampai dengan perpisahan yang menyakitkan. Tiba-tiba cerita melompat kembali ke pesta pernikahan yang ternyata belum selesai!....If by chance semua andai-andai itu terjadi, sang Pastor bertanya: “bagaimana bisa kalian menjamin bahwa perkawinan kalian akan lancar dan langgeng? Apakah teman dan keluarga tetap mendukung tanpa pernah berpihak?”
Film ini menyuguhkan gambaran bahwa cinta (dan perkawinan) yang digambarkan alami, penuh komitmen, serta mendapat dukungan teman dan keluarga tetap tidak bebas dari ketidaksempurnaan. Lingkungan dimana cinta tumbuh banyak mempengaruhi kerangka cinta yang dibangun. Pesan bahwa setiap pasangan yang mencintai untuk sungguh-sungguh berusaha mengatasi setiap masalah, sekalipun menyakitkan, mungkin dalam kondisi saat ini cenderung terdengar cliché. Namun, cerita dan tema yang biasa dalam film disajikan dengan tempo yang unik, campuran cinta-senang-benci-susah dalam gambar-gambar yang dinamis dari awal sampai akhir, dan membuat penonton jauh dari bosan. Bagian akhir film ini juga membawa pesan tersendiri: "Jika cinta adalah komitmen antara dua manusia, mengapa orang lain harus ikut dilibatkan?"
posted by Leo at 06:20
|
|
|
|
|
|
Home