<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Tuesday, August 24, 2004

Dari Adi Bing Slamet Sampai Tom Cruise

Waktu kecil saya pernah punya potongan rambut model Adi Bing Slamet. Saya sangat bangga karena potongan rambut saya sangat mirip. Gaya rambut itu bertahan sampai saya masuk SD kelas satu, setelah iklan 'brisk' muncul di tv. Rasanya akan bertambah ganteng dengan rambut berminyak tersisir rapi ke samping. Rambut saya pun kemudian diberi 'brisk' dan disisir dari kanan ke samping kiri, sesuai dengan belahan alami di kepala saya. Rasa bangga saya bertambah karena menurut Ibu dan Nenek, belahan rambut di sebelah kanan tepat berpangkal dari pusaran rambut seperti di kepala saya menandakan saya akan mendapatkan istri yang cantik...

Meskipun dulu Ibu pernah membuka salon di paviliun samping rumah, tapi rambut saya belum pernah merasakan keterampilan tangan Ibu. Kebetulan juga, Ibu membatasi hanya memotong rambut perempuan, entah kenapa. Ibu selalu membawa saya ke tukang cukur langganan Bapak saya. Untuk mencapainya harus naik becak selama 15 menit. Saat masih kecil, saya masih di antar; tapi sejak kelas 4 SD saya bisa pergi sendiri. Saya memilih berjalan kaki karena ongkos becak yang diberi Ibu bisa saya pakai untuk jajan. Selain itu saya sering mampir ke tempat saudara sekedar untuk mendapatkan 'ciu' (makanan dari tepung beras, gula merah dan pisang) dan teh manis.

Kios cukur berukuran kecil dan terletak tidak jauh dari sekolah saya. Kios itu berjajar dengan toko kelontong: makanan, minuman dan kebutuhan rumah tangga. Di belakangnya ada kali dan toko yang menjual bahan bangunan. Di seberang jalan banyak penyedia jasa potong rambut DPR (di bawah pohon rindang). Di kios itu ada dua tukang cukur. Saya memilih langganan Bapak saya dulu, yang menurut saya selalu baik dan sabar meski saya sering terkantuk-kantuk. Saya masih ingat, rambut saya dipotong dengan alat yang berbentuk seperti ketam. Saya biasanya diberi bedak di sekililing rambut. Bedaknya sudah lupa namanya, tapi memiliki tempat yang bundar, berwarna kuning muda dengan gambar dua wanita, dan memiliki pad putih yang bertangkai bundar. Pisau cukur juga dipakai untuk mencukur sisa rambut di tengkuk dan seputar telinga. Pisau cukur biasanya diasah dulu dan saya diberi busa sabun di bagian rambut yang akan dirapikan. Saya sering tutup mata dan berharap rambut saya segera selesai dibersihkan dengan pisau itu, kret..kret..kret...

Saya tetap bertahan dengan model rambut 'brisk' sampai SMA...Perbedaanya, saya tidak pernah memakai produk brisk lagi setelah kelas 5 SD. Penyebabnya, rambut saya berubah menjadi kaku. Selain itu, saya sering hujan-hujanan kalau pulang sekolah, dan ketombe akan cepat muncul kalau memakai minyak rambut.

Suatu ketika, kios cukur langganan terbakar bersama-sama dengan kios-kios lainnya dan akhirnya Bapak pencukur rambut langganan pun pindah entah kemana. Kejadian ini membuat saya harus mencari tempat cukur rambut baru dan tentunya pemotong rambut baru. Sulit sekali mencari yang cocok. Saat itu saya mulai cerewet dengan hasil potongan rambut. Tidak ada yang sebaik Bapak pencukur rambut langganan dulu. Saya merasa potongan rambut yang baik akan menambah rasa percaya diri.

Salon kemudian menjadi pilihan. Pada kesempatan pertama, saya pergi dengan bersemangat tapi kemudian bingung. Saat itu deretan salon-salon mulai bermunculan bak jamur di musim hujan. Saya bingung memilih yang mana. Saya tidak bisa meminta bantuan Ibu karena usaha beliau sudah ditutup menjelang saya masuk SMP. Akhirnya saya pilih salon yang dimiliki kenalan Ibu. Untuk kesempatan berikutnya, saya hanya kadang-kadang saja pergi ke salon karena uang jajan biasanya tidak banyak tersisa untuk bisa potong rambut di salon.

Tapi pergi ke salon kemudian jadi kebutuhan. Menabung uang jajan jadi 'harus'. Frekuensi potong rambut tetap sekali dalam tiga puluh hari. Saya juga merubah model rambut. Awal kuliah, model rambut saya mirip potongan rambut Tommy Page yang sedang nge-trend. Pernah juga mencoba gaya rambut Rick Asley, tapi tidak berani di keriting, dan Andy Lau ....Tapi model itu tidak bertahan lama. Saya lebih menyukai model yang lebih ringkas dan selain itu potongan rambut ala Tommy Page membuat saya, seperti komentar teman-teman di kampus, seperti memakai 'helm' setiap hari. Itu karena tepat di daerah katulistiwa kepala saya terdapat bentuk yang menyerupai lonjongan bumi yang sebenarnya tidak bulat benar. Saya kemudian beralih ke model Top Gun. Ringkas meski sang stylist harus hati-hati karena jika memotong terlalu pendek, dalam beberapa hari kemudian, akan tumbuh rambut-rambut landak yang mencuat tajam di sebelah puncak kiri kepala saya, berseberangan dengan belahan dan pusaran rambut di kanan. Model ini tetap dipilih sampai sekarang, dengan variasi panjang potongan, kadang-kadang lebih panjang atau lebih cepak dibandingkan rambut Tom Cruise dalam Top Gun.

Setelah mencoba berbagai stylists, saya merasa kecocokan model rambut sangat ditentukan oleh tangan stylist dan kepala saya. Stylist dengan mata yang tajam dan perabaan rambut yang tepat biasanya tanggap dengan bentuk kepala dan struktur rambut.... Try and error, dan saya sangat pemilih. Sayang, tidak banyak stylist yang seperti itu. Saya lebih sering menjumpai stylist yang cocok bukan di salon yang bergengsi. Mereka terkadang ada di salon-salon laris-manis di sekitar rumah atau di sepanjang jalur perjalanan antara rumah dan tempat kerja atau kuliah. Dari sekian banyak stylist yang cocok, baru dua stylist wanita yang bisa pas menggunting rambut saya. Yang sekarang menjadi langganan, baru saya temukan setelah 5 bulan pencarian. Tentu saja, saya tetap menghitung ongkosnya...Money does matter.

Terkadang saya berpikir, tidak terlalu signifikan untuk memikirkan model rambut. Tapi karena penampilan masih menjadi first impression factor, mau tak mau saya berusaha untuk tampil lebih baik. Untuk saya, potongan rambut yang bagus menambah rasa percaya diri, untuk orang lain hal itu memberi pemandangan yang mudah-mudahan tidak terlalu mengganggu...Dari poni dan kehalusan rambut ala Adi Bing Slamet, gaya konvensional brisk, gaya pop Tommy Page dan Rick Ashley, gaya mandarin Andy Lau, sampai rambut ringkas ala Tom Cruise....

posted by Leo at 10:59

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004