<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Saturday, December 03, 2005

Kado Tahan Lama

Sejak sebulan yang lalu, mal-mal sudah dihias dengan hiasan-hiasan natal. Promosi dan berbagai diskon ditawarkan. Saya pun tertarik untuk melihat-lihat, terutama ke toko kaset, mencari CD diskon untuk acara tukar kado. Tapi sejak mulai masuk mal, saya sudah kecewa. Saat melihat-lihat baju, harganya masih selangit. Meski baju-baju yang ditawarkan berlabel internasional, 90 persen adalah buatan RRC, Indonesia, India, Thailand, Sri Lanka, Malaysia dan Filipina. Beruntung saya hanya window shopping baju dan memang sudah cukup membawa bekal baju dari Indo untuk persediaan selama 2 tahun. Setelah mengaduk-ngaduk keranjang CD di toko kaset, akhirnya saya temukan CD yang menurut saya cukup berkelas: The Best of Art Garfunkel. Di album ini ada lagu favorit saya: "Bright Eyes". Hati puas, dan mata-pun sudah mulai segar setelah window shopping.

Tapi memang bukan nasib saya bahwa hadiah-hadiah yang saya berikan akan diterima dengan baik. Saat tukar kado, meski dengan nada bercanda, yang mendapatkan kado CD dari saya bertanya: apa maksudnya sih memberi CD ini? Saya diam saja, karena tukar kado berlangsung anonymous. Saya sendiri bersenang hati mendapat satu kaleng kue monde, meskipun teman lain menjadikan stiker harga yang masih tertempel di kaleng kue itu sebagai bahan gurauan. Sampai akhir acara, CD Art Garfunkel masih terus ditanya apa maksudnya, meski beberapa teman sudah menjelaskan kalau itu CD penyanyi terkenal bahkan ada yang berusaha menyakinkan dengan menyanyikan cuplikan lagu "Scarborough Fair" dari Simon and Garfunkel. Tak apalah kalau si penerima masih bertanya-tanya. Mungkin dia memiliki selera yang berbeda dan semoga saat mendengarkan CD itu, lambat laun dia akan menyukainya.

Kejadian itu mengingatkan saya pada salah seorang teman yang begitu kaya pengetahuan tentang brand, merek-merek barang, mulai dari elektronik, baju, parfum, sepatu, tas, mobil, termasuk perbedaan antara pisang molen yang dibuat dari toko A dengan toko B di Bandung. Siapapun yang punya barang baru, dia berusaha tahu dimana barang itu dibuat, fungsinya, garansinya, jahitannya, bahan baku dan komposisinya sampai cara pengucapan merek itu. Suatu ketika dia membuat heboh saat diberi oleh-oleh jam tangan dari salah seorang teman. Dia mengembalikan jam itu karena menurutnya palsu. Usut punya usut, ternyata si pemberi hadiah memang tidak membeli jam itu di Akihabara, Tokyo, tapi di Blok M! Keterlaluan memang, apalagi mengingat si penerima hadiah adalah ensikopledia merek yang bisa berjalan.

Saya sering heran bila mendengar komentar dari orang-orang yang sadar diri dengan berbagai merek barang. Saya sendiri biasanya hanya memperhatikan merek barang-barang tertentu, terutama elektronik, dan kurang perduli dengan merek baju atau sepatu. Apalagi kalau diminta mengucapkan merek beberapa produk; belum lagi kalau melihat harganya; lebih praktis untuk dilupakan saja.

Ada perbedaan yang mencolok bila memperhatikan orang NZ/Kiwi dengan non Kiwi, terutama yang berasal dari Asia Timur. Kiwi cenderung tidak perduli dengan cara berpakaian, sedang orang-orang Asia Timur tampak begitu modis dengan baju-baju yang berwarna-warni, up-to-date dan bermerek. Mantan flatmate yang berasal dari RRC adalah salah satunya. Semua barang yang dia miliki boleh dikata barang berkelas. Meski semua buatan RRC, tapi bermerek internasional. Suatu ketika dia pernah memuji satu kaos yang saya miliki. "Is that cK?" Saya geleng kepala, lupa apa merek-nya karena kaos itu pemberian dan merek-nya sudah dicopot oleh si pemberi. Teman saya ini pernah bercerita bahwa alasan dia bersusah payah bekerja sambilan jadi cleaning service yaitu agar bisa membeli baju bermerek. Dia tidak bisa memakai baju bermerek biasa. Saya sendiri lebih senang memiliki baju yang enak dipakai, tidak perduli merek.

Tapi setiap orang memang berbeda. Memakai segala yang bermerek mungkin berada dalam urutan teratas untuk hal-hal yang "to die for" bagi teman saya itu. Bagi saya, "kenyamanan" dan "kemerdekaan" (termasuk kemerdekaan dari merek) adalah prioritas utama. Tapi pengertian kenyamanan dan kemerdekaan juga berbeda-beda untuk setiap orang. Semua tergantung kepercayaan pada diri sendiri karena memakai baju yang biasa akan tampak luar biasa jika si pemakai percaya diri, tampak nyaman dan friendly; ini belum memperhitungkan anugrah kecantikan atau ketampanan.

Jika mantan flatmate saya itu begitu tergila-gila dengan segala sesuatu yang bermerek, saya sendiri tergila-gila mencari hairstylist yang cocok. Maklum, kalau rambut saya agak panjang, bentuknya sudah hampir menyerupai-seperti kata teman dekat saya-singa. Meski nama saya Leo, tapi tentu saya tidak ingin dikira peranakan singa. Jadi saya begitu selektif memilih hairstylist dan selalu berusaha tepat waktu sebulan sekali potong rambut. Rasanya juga kurang sreg kalau rambut saya tidak dipotong dengan hairstylist langganan.

Dari sini saya bisa mengerti bahwa pada diri setiap orang sudah tertanam kepercayaan dan loyalitas pada hal-hal tertentu. Kepercayaan yang tumbuh bisa karena pengaruh orang, pengalaman pribadi, besarnya pengorbanan, dan/atau rutinitas/kebiasaan. Kepercayaan dan loyalitas yang bisa dimulai dari hal-hal sederhana seperti minum dari mug yang sama setiap hari, sampai hal-hal prinsip yaitu kepercayaan dan loyalitas kepada Sang Maha Pencipta. Jika kepercayaan dan loyalitas pada satu hal sudah begitu kuat tertanam, tentu tidak akan mudah berpindah ke hal yang lain.

Saya teringat dulu pernah diberi hadiah kaos hitam bergambar lambang Singapura dari teman Ibu, sebagai hadiah lulus SMA. Saya tidak pernah tahu kaos itu buatan mana, tapi yang saya ingat, kaos itu begitu nyaman dipakai dan sudah ikut kemanapun saya pergi selama 11 tahun, dari Bandung-Bogor-Jakarta-Ithaca NY-Bandung-Jakarta-Depok. Terakhir kali kaos itu saya pakai untuk tidur, meski sudah robek di bagian leher dan pundak. Hadiah yang sudah memberikan kenyamanan dan bisa bertahan lama. Andaikan banyak hal di dunia ini yang bisa memberikan kepercayaan, loyalitas dan kenyamanan yang kuat bertahan lama, betapa efisiennya hidup ini. Bisa menerima dan memelihara yang sudah diterima. Meskipun belajar untuk menerima sering membutuhkan pengorbanan yang luar biasa.

posted by Leo at 07:54

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004