<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Sunday, December 18, 2005

True Lies

Ini bukan ulasan tentang film mas Arnold 'suasana segar', tapi hanya sekedar menumpang judul untuk tulisan tentang kebiasaan berbohong. Ide ini muncul saat melihat acara current affairs di tv tentang asal muasal kita berbohong. Di acara ini, diulas bagaimana kebiasaan berbohong sudah dimulai sejak seorang anak mulai bisa bicara. Bahkan Lee Dye, seorang komentator jaringan televisi ABC, mengatakan:

"If you're going to get along in this old world, you've got to know how to lie."

Tentu pengertian berbohong tidak saja mencakup hal-hal buruk, tapi juga berbohong untuk kebaikan, seperti yang dikatakan Lee Dye sebagai "white lies" atau dalam istilah psikologi "effortful control". Orang sering berbohong karena situasi menghendaki, seperti yang dicontohkan dalam dua studi yang dikutip Lee Dye. Berbohong demi kebaikan, demi tidak menyakiti hati orang, atau demi membuat orang yang dibohongi sedikit terhibur.

Tapi berbohong untuk kebaikan merupakan hal yang membingungkan. Di satu sisi, berbohong untuk kebaikan akan mendapat nilai positif dalam hubungan sosial, tapi di sisi lain hal ini tidaklah dianjurkan oleh agama. Yang lebih membingungkan lagi, terkadang orang tidak mau mempercayai suatu perkataan jujur. Dalam situasi seperti ini, berbohong untuk kebaikan ataupun keburukan seperti mendapatkan kesempatan yang sama, 50:50 persen kemungkinan untuk 'sahih' di mata orang lain.

Saya jadi teringat satu pengalaman kurang menyenangkan. Waktu kecil, saya suka sekali mengkoleksi gambar-gambar berwarna. Suatu hari saya sudah setengah jalan menggunting salah satu gambar burung dari taplak batik di meja makan sebelum dihentikan orang rumah. Saya pun berjanji untuk tidak menggunting gambar-gambar di taplak lagi atau kain lainnya. Tapi keajaiban itu datang. Beberapa hari kemudian, dua taplak meja lain ditemukan sudah tergunting di beberapa bagian. Siapa lagi yang akan ditanyai selain saya, meski saya tidak mengerti mengapa taplak-taplak itu sampai tergunting. Dalam keadaan terdesak, saya terpaksa berbohong untuk mengakui 'prakarya' yang tidak pernah saya kerjakan. Saya berbohong karena tidak ingin lebih lama dimarahi. Tabiat seperti ini sering saya ulangi, terutama bila saya ingin mengalah dan menghindari pertengkaran panjang, meski hasilnya tidak pernah melegakan.

Lantas, bagaimana orang bisa membuktikan bahwa seseorang sudah berkata jujur atau tidak? Berpedoman pada naluri tentu beresiko karena proporsi subjektivitas yang tinggi. Bagaimana dengan polygraph? Alat ini banyak digunakan untuk mengukur perubahan emosi yang dihasilkan dari rasa takut dan cemas. Bahkan sebuah program komputer sudah dikembangkan untuk menangkap kebohongan berdasarkan perubahan ekspresi wajah seseorang. Namun demikian, masih banyak pihak yang menyangsikan kesahihan prosedur deteksi kebohongan mengingat banyaknya jenis pemicu perubahan detak jantung, laju pernafasan, ekskresi keringat, kerutan wajah, nada suara, ukuran pupil mata dan gerak tubuh. Apalagi sekarang orang bisa berlatih untuk mengalahkan polygraph. Orang juga bisa mempelajari perubahan raut wajah atau raut wajah dan sorot mata agar dapat mendeteksi kebohongan, atau agar dapat menjadi seorang mentalist, atau menjadi pembohong handal.

Tentu tidak perlu repot menggunakan polygraph atau belajar raut wajah untuk menentukan apakah kita bisa mempercayai seseorang atau tidak. Kuncinya terletak pada ketulusan hati (sincerity) kita terhadap orang lain. Seringkali berkata jujur apa adanya sangat diperlukan, meski terkadang kita keceplosan saat kita merasa lelah dan penat. Yang terakhir ini perlu dikurangi karena bias dan sakit hati sering terjadi, dan karena kita tidak setiap hari merasa lelah dan penat. Terkadang berbohong untuk kebaikan atau menghibur orang lain masih diperlukan, tapi tentu saja tidak boleh terlalu sering. Tidak juga bijaksana untuk memaksa orang untuk berbohong untuk kita, atau membuat orang terdesak untuk mengatakan hal-hal yang ingin kita dengarkan.

Saya setuju sekali dengan kesimpulan dari salah satu studi yang dikutip Lee Dye: "effortful control is an especially important component of temperament because it allows children to override natural emotional reactions to facilitate social interaction. In other words, try a little harder to grin and say thanks." Jadi, mengontrol emosi itu perlu.

Bagi saya sendiri, tidak perlu seorang mentalist seperti Dedy Corbuzier untuk mengetahui apakah saya sudah berkata jujur atau tidak, karena raut wajah dan sorot mata saya pasti sudah dapat mengungkapkan segalanya. Meski mungkin ini tidak selamanya mudah tertangkap saat saya bersikap mengalah, atau sedang mempraktekan "effortful control" dengan benar. Apalagi jika sedang menghadapi orang yang mengatakan benci kepada saya tapi sorot mata-nya tidak bisa menyembunyikan cinta-nya yang 'cuma' sedalam lautan Atlantik (karena lautan Pasifik lebih dalam dari Atlantik! :P).

posted by Leo at 05:40

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004