<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Saturday, April 08, 2006

No. 2

Ini bukan cerita mengenai film terbaru NZ yang berjudul sama. Juga bukan cerita kangen-kangenan dengan salah satu partai politik jaman orde baru. Ini hanya sekedar cerita mengenai pengalaman saya sebagai orang nomor dua atau yang banyak mendapatkan kesempatan kedua.

Jika saya meromantisasi catatan-catatan hidup saya, ternyata banyak sekali pengalaman hidup saya yang berhubungan dengan "No. 2". Saya sering berada dalam posisi dan mendapatkan segala sesuatu nomor dua, pada kesempatan kedua. Meski demikian, semuanya tetap menyenangkan atau, paling tidak, masih bisa memberi hikmah.

Saya lahir sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Bungsu, karena calon adik saya masih disayang Sang Pencipta dan saya mendapat kesempatan (kedua) menjadi anak bungsu. Sebagai anak kedua, saya sudah berperan sesuai dengan porsi saya di dalam keluarga. Ibu dan kakak menjadi dua sosok yang berperan dalam mengambil keputusan, serta dalam kegiatan sosial. Saya lebih banyak mengamati, menurut dan mengerjakan. Namun berada dalam posisi kedua membuat saya lebih dipercaya dan sering dimintai saran, termasuk menjadi penengah. Hal ini membuat saya merasa berharga dalam keluarga.

Merasa berharga sudah menjadi nomor dua juga saya alami saat bersekolah. Saya melamar di sekolah terbaik hanya bermodal hasil ujian masuk. Saya termasuk yang menerima cross-subsidy dari siswa lain sehingga dari segi materi saya sering dipandang sebagai nomor dua. Meski berstatus nomor dua, saya masih bisa berlomba memperebutkan nomor satu di kelas, dan hal ini membawa rejeki. Satu kabar baik datang ke rumah: saya dipilih untuk ikut seleksi pelajar berprestasi. Saya heran karena banyak teman lain yang lebih pandai. Tapi saat itu sekolah ingin menjadi nomor satu, dan satu-satunya cara yaitu dengan menyodorkan saya, yang golongan minoritas, si nomor dua.

Keberuntungan nomor dua juga saya alami saat acara tahunan di sekolah. Di acara ini, setiap kelas menampilkan kebolehannya. Teman sekelas biasanya menampilkan operet atau tarian, tapi saya tidak pernah terpilih. Saya biasanya hanya ikut paduan suara yang praktis tidak mengeluarkan biaya. Suatu saat, Ibu memberi saya sedikit uang sehingga saya bisa latihan band. Kesempatan yang tidak disia-siakan. Saya mengumpulkan teman-teman terdekat, menentukan lagu, bahkan merancang kostum anggota band pria. Saat gladi resik, kami dinilai cocok untuk ditampilkan sebelum istirahat hari pertama, alias menjadi band nomor dua karena band utama tampil sebagai penutup. Namun, menjadi nomor dua menjadikan kami bisa tampil optimal dan sambutan yang kami terima lebih seru. Pada hari kedua, panitia menempatkan kami sebagai band penutup. Sungguh membanggakan.

Masih banyak pengalaman "No. 2" lain yang memberi hikmah yang berujung pada kebahagiaan. Misalnya, saya begitu kecewa sudah ditolak menjadi anggota paduan suara kampus. Namun penolakan itu justru mempertemukan saya dengan teman-teman yang membawa saya lebih sering tampil di berbagai acara kampus, lewat vocal group, band dan a capella. Saat lain, saya ingin mendapat pekerjaan yang membuat saya bahagia. Tapi selepas lulus, saya hanya mendapatkan pekerjaan yang biasa-biasa saja. Yang saya tahu kemudian, dari pekerjaan itu saya justru mendapat kesempatan untuk meraih pekerjaan kedua yang lebih mapan sekaligus sekolah ke luar negeri. Pengalaman dengan "No. 2" juga terjadi setelah kembali ke tanah air, seperti saya baru menemukan tempat tinggal yang nyaman pada kesemptaan kedua. Saya juga perlu dua kali kesempatan untuk menemukan pasangan yang cocok. Semua pengalaman ini seperti menunjukkan bahwa kesempatan kedua sering memberi bayaran yang lebih baik.

Jika dipikir ulang, keberadaan dan pengalaman saya di NZ juga banyak berkaitan dengan kesempatan kedua. Saya pernah mengusahakan untuk melanjutkan sekolah di Amerika. Meski sudah diterima di dua universitas, saya terpaksa mengurungkan keberangkatan karena banyaknya rintangan. Justru pada kesempatan kedua melamar beasiswa dan di negara yang sebelumnya saya pandang sebagai pilihan kedua, saya berhasil berangkat. Tiba di NZ, saya masih harus menunggu kesempatan kedua untuk mendapatkan flat saya yang sekarang. Saya juga harus menunggu sampai pada tahun kedua untuk bisa mendapatkan teman flat yang cocok. Mobil yang sekarang saya pakai juga merupakan mobil kedua yang saya pernah beli di sini.

Angka dua atau kesempatan kedua mungkin cukup keramat untuk hidup saya, tapi rasanya bukan ini pelajaran yang perlu saya pahami. Hidup seringkali tidak mudah jika banyak hal menyebabkan saya harus menunggu pada posisi kedua atau kesempatan kedua. Namun jika dilihat dari sisi yang lebih optimis, posisi nomor dua merupakan posisi yang aman. Menjadi orang nomor dua bisa terasa istimewa karena biasanya mendapat kepercayaan dan pendapat bisa sangat diperhatikan. Menjadi nomor dua juga tidak memerlukan perang untuk bisa menjadi nomor satu, karena nomor dua tidaklah jauh berjarak dari nomor satu. Dipandang sebagai kelompok kedua juga bisa membuat beban dan tuntutan yang ada terasa tidak begitu berat. Yang terpenting dari semuanya adalah cara menerima dan mensyukuri posisi yang didapat, serta memanfaatkannya sehingga hasilnya bisa optimal.

Jika saya perlu dua langkah untuk meraih apa yang sekarang saya sudah dapatkan, saya tidak menyesalinya karena saya sekarang percaya bahwa kesempatan kedua bisa memberi hasil yang sama sekali tidak buruk. No. 2 mungkin merupakan bagian dari garis hidup; namun pengalaman membuktikan bahwa saya sudah diberi ribuan kali kesempatan, tidak hanya dua, untuk dapat melihat hidup secara lebih optimis dan positif. Untuk itulah saya patut berbahagia, dan bersyukur atas rahmat hidup dan umur panjang dari Yang Maha Kuasa.

Maybe Tomorrow by Goldenhorse
(written by: Kirsten Morelle, Geoff Maddock and Goldenhorse)

There's a story I know
We all leave and let go
There is nothing to hold us

In a moment of time
When the fruit becomes wine
And the thought becomes the memory

All of your sorrow; maybe tomorrow, will fade away in the air
Trying to please me, making it easy
It won't be there; it won't be there
In your life; in your life

posted by Leo at 00:05

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004