<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Saturday, November 11, 2006

Juru Foto Dilarang Protes!

Begitulah kira-kira jika saya mendapat kesempatan menjadi juru foto dadakan. Tidak boleh protes dengan pilihan lokasi dan gaya para "foto model". Ini termasuk saat acara pesta kembang api di sini. Dua teman saya merasa bosan menunggu acara dimulai, sedangkan pertunjukkan musik yang digelar semakin terdengar kurang menarik. Mereka pun mengajak saya berkeliling mencari sasaran lokasi foto. Tercetuslah ide: foto di depan mobil polisi, ambulance dan pemadam kebarakan yang memang disipakan untuk berjaga-jaga. Pikir-pikir seperti Crime Scene Investigation, tapi tak apalah...

Dua teman ini memang selalu lincah dan bersemangat jika ada panggilan berfoto. Yang satu biasanya langsung menyesal bila melihat hasilnya karena menganggap dirinya kurang fotogenik. Tapi setelah itu biasanya langsung minta berfoto lagi. Yang satunya lagi bisa tidak berhenti minta berfoto :P

Hari sudah mulai gelap, dan kami berjalan mendekati deretan mobil-mobil yang disiagakan. Saat mendengar suara obrolan beberapa polisi di balik ambulance, salah satu teman langsung mengajak berfoto dengan bapak-bapak polisi. Saya semula tidak mau menuruti, tapi karena juru foto dilarang protes, saya terpaksa mengikuti mereka sambil tertawa-tawa. Saya tertawa tambah keras setelah kenekatan mereka terbayar dengar kalang kabutnya 7 polisi yang berusaha melarikan diri. Baru kali ini saya melihat polisi bisa terbirit-birit menghindar. Kalaupun ada yang minta berfoto bersama, biasanya anak-anak, dan para polisi itu biasanya langsung tegap dan bersikap gagah. Sebaliknya, saat diminta berfoto dengan dua wanita biasa yang gemar berfoto, mereka jadi salah tingkah. Akhirnya, satu polisi yang "tertangkap" berusaha memanggil teman yang lainnya agar ada teman berfoto. Setelah berfoto, dua polisi itu langsung kabur juga menyusul rekan-rekannya yang lain.

Dua teman saya masih belum puas, dan meminta difoto di antara mobil-mobil polisi. Saya ingin protes karena hari sudah agak gelap, tapi sekali lagi, dilarang protes. Jadilah foto dengan pose Charlie's Angels. Setelah itu mereka berfoto dengan mobil ambulance dan pemadam kebakaran.

Kejadian seperti ini, sebenarnya tidak satu dua kali saya alami. Saat tour ke Bali sewaktu SMA, kejadiannya lebih nggilani :P Setelah semalaman naik bis yang mengebut dan hampir melindas beberapa sepeda, satu becak dan satu angkot, kami pun langsung tumpah ruah di pantai Kuta. Karena ini baru kali pertama saya mengunjungi Bali, saya masih sering melongo melihat para turis asing yang berpakaian minim sedang tergeletak dan berkeliaran di pantai.

Saat menyusuri pantai, tiba-tiba ada yang mencolek saya dari belakang. "Stop dulu, tolong dong difoto di sini". Salah satu teman laki-laki menyodorkan kameranya. Saya menerima kameranya dan berjalan mundur mencari posisi terbaik. Latar belakang pantai dan pohon kelapa memang bagus sekali. Teman saya langsung berpose. Klik, satu foto. "Lagi". Ok, difoto lagi. Dari lensa kamera saya terkejut, lho, pose yang kedua sudah tidak pakai t-shirt. Tidak berpikir panjang dan klik, foto yang kedua.

"Lagi" Lho, kok lagi? Saya tanya mau berapa kali. Dia menjawab "Dua kali lagi, deh". Saat itu saya pun melongo, tapi langsung tertawa melihat dia melucuti celana pendek dan yang tertinggal hanya celana renang segitiga. Apa maksudnya? Dia pun berpose terbaring dengan sisi badan menghadap kamera. Ya ampun. Saya sudah terpingkal-pingkal, tapi dia tetap serius dan hanya berucap "Ayo difoto". Saya menolak, tapi dia bilang "Cepetan". Ya sudah, klik. Kali terakhir, dan saya hampir saja lari terbirit-birit melihat pose-nya: duduk bersimpuh dengan lutut rapat, satu tangan ke atas terlipat di balik kepala, kepala agak dongak, dada membusung dan menarik nafas sehingga perut tampak ramping. Teman-teman yang lain sudah berkumpul di belakang saya dan ikut tertawa terpingkal-pingkal. Tapi menjadi foto model memang harus tahan mental. Dan teman saya membuktikannya dengan tetap tersenyum dan serius berpose. Hampir seharian itu dia menjadi bulan-bulanan teman-teman yang lain. Nekat.

Pengalaman lainnya yaitu saat teman yang berkunjung ke Christchurch di hari Sabtu. Saya temani dia berjalan kaki mengelilingi pusat kota, sekaligus berfoto. Dia bersemangat sekali, dan selalu berkata "Kalau foto, di belakang saya harus ada bule-nya ya... supaya yakin di luar negeri" :D Ok, juru foto tidak boleh protes.

Hampir semua sudut pusat kota sudah difoto. Dan teman saya ini termasuk yang tidak sungkan meminta orang lain menjadi teman berfoto. Mulai dari pemusik jalanan, supir trem, penjual batu giok sampai salah satu bule tinggi besar yang, menurut dia, seperti bintang film yang namanya dia tidak ingat lagi. Pokoknya seperti bintang film. Saya kagum karena orang-orang yang diminta berfoto bersama selalu bersedia. Meski saat proses pendekatan itu, saya sering berdiri agak jauh dan baru mendekat bila dipanggil. Memang saya pada dasarnya penakut dan pemalu :P

Satu yang paling berkesan dari pengalaman jalan-jalan dengan dia adalah berfoto di depan bar/cafe. Teman saya, dengan percaya diri, langsung berpose di depan meja-kursi yang penuh pengunjung di depan sebuah bar. "Foto di sini, mas". Hah? "Iya, kalau bisa, tulisan "Beer" nya kena". Sempat tertegun beberapa detik, dan ingin tertawa keras, tapi urung karena saya berdiri di hadapan orang-orang yang sibuk makan sambil mengobrol. Bisa-bisa mereka mengira saya menertawakan mereka. Ok, juru foto dilarang protes. Supaya cepat selesai dan bisa pergi, saya klik saja.

Pengalaman-pengalaman seperti ini membuat saya sering berpikir bahwa saya perlu belajar lebih berani terutama dalam bersosialisasi, seperti dicontohkan teman-teman saya yang "gila" foto. Orang yang tampak asing, kaku, lebih besar, lebih cantik, lebih tampan, lebih pandai, lebih trendy, lebih garang belum tentu tidak bisa dijadikan teman. Coba dulu, hasilnya urusan nanti. Saya juga mungkin perlu belajar untuk lebih "nekat" jika ingin berhasil, meski juga harus tetap mempertahankan prinsip pribadi dan tidak melucuti jati diri untuk menjadi orang lain. Saya juga bisa belajar bahwa bersikap sopan sering membawa imbalan yang lebih baik. Bersikap kritis tapi tanpa prasangka, dan bersikap toleran tanpa perlu terbawa arus, mungkin bisa membuat saya bisa bertahan dalam lingkungan sekitar yang pasti dan akan selalu berubah.

Akhirnya, meski juru foto dilarang protes, saya sendiri merasakan keuntungan yang lebih banyak.

posted by Leo at 07:50

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004