<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Sunday, July 30, 2006

Love It, but Don't Abuse It

Saat membaca adanya "hari tanpa televisi" untuk menyambut Hari Anak Nasional, saya teringat betapa berpengaruhnya televisi dengan masa-masa kecil saya. Yang berbeda adalah saat itu hanya ada satu stasiun televisi: TVRI. Acara selalu dimulai pukul 5 atau 5.30 sore, dengan acara "Ayo Menyanyi", "Lagu Pilihanku", "Cerdas Cermat", "Mari Menggambar", atau "Bina Vokalia". Acara terus berlanjut dengan acara anak-anak, seperti aneka ria anak nusantara dan drama keluarga, sampai saat berita nasional mengudara pada pukul 7 malam.

Ibu saya tidak pernah melarang kami, anak-anaknya, untuk menikmati acara televisi sore hari. Kami pun tidak setiap hari menonton acara tv sore hari, karena kami masih senang bermain dengan teman-teman di jalan di depan rumah kami, mulai selepas mandi sore sampai menjelang Maghrib. Kami biasanya bermain galah asin, pris-prisan, petak umpet, kasti, atau badminton. Tapi kami biasanya langsung lenyap dari jalanan, dan berdiam di rumah masing-masing atau menonton bersama, terutama bila saat itu ada aneka ria anak dan drama keluarga favorit.

Adaya satu-satunya stasiun televisi saat itu membuat saya sampai sekarang tidak pernah menyesali masa kecil saya yang selalu dekat dengan televisi. Saya menjadi gemar menyanyi setelah melihat berbagai anak seumur saya muncul dengan suara yang teratur dan terdengar merdu di tv. Saya juga menjadi tertarik untuk membaca buku kumpulan pengetahuan umum (sudah lupa apa namanya... ada yang masih ingat?), agar bisa sama-sama menjawab soal di acara "Cerdas Cermat". Saya juga gembira luar biasa saat gambar saya muncul di tv dan dipuji "Bagus" oleh Pak Tino Sidin.

Ibu tidak pernah heran melihat kami tetap di depan tv sambil mengerjakan pekerjaan rumah, dan kami pun menjadi terbiasa menghafal pelajaran di depan tv. Biasanya kami baru diingatkan untuk mematikan tv kalau pemakaian listrik dalam satu bulan sedang tinggi, atau bila kami akan menghadapi ulangan umum.

Ada dua saja acara yang Ibu tidak pernah melarang kami untuk menonton: "berita nasional" dan "dunia dalam berita". Alhamdulillah, semuanya memberi manfaat besar karena kami menjadi orang yang tidak buta pengetahuan umum, terutama mengenai geografi dan sosial-budaya. Bahkan acara laporan khusus mengenai kegiatan mantan Presiden Soeharto saja sudah membuat kami sedikit lebih tahu mengenai petani, kelompok tani, jenis tanaman, dan berbagai macam sarana (pabrik, jalan, waduk, jembatan, sekolah, pasar, pusat kerajinan, dll.) di daerah lain. Juga sering terbesit rasa bangga sebagai orang Indonesia saat melihat berita di tv dan laporan khusus.

Adanya satu stasiun tv seperti mengandung "blessings in disguise". Meski banyak penonton dulu mengeluh karena tidak adanya pilihan lain dan jadwal acara sering terpangkas dan diganti, namun satu stasiun tv sudah menjadi media yang sarat informasi berguna. Terlepas dari maksud propaganda, saat itu rasanya menonton tv begitu dianjurkan termasuk untuk anak-anak. Satu stasiun tv dengan jam tayang terbatas juga membuat saya masih memiliki kesempatan bermain dengan anak lain. Orang tua juga masih mudah membimbing anaknya untuk belajar. Orang dewasa pun memiliki banyak waktu untuk bersosialisasi, terutama dengan tetangga. Namun, sebagai suatu "blessing in disguise", manfaat satu stasiun tv saat itu baru dirasakan setelah semua sudah berlalu, termasuk mungkin di tahun 2006 ini.

Namun dunia memang akan terus berubah. Setelah 17 tahun menjadi lebih kaya dengan belasan bahkan puluhan stasiun tv (termasuk yang lokal), anjuran agar anak-anak gemar menonton tv menjadi semakin pudar. Tv seperti sudah menjadi media yang membahayakan untuk perkembangan anak, bukan lagi sumber informasi.

Semuanya mungkin (lagi-lagi) terkait dengan masalah ekonomi. Persaingan iklan membuat setiap stasiun tv ingin membuat acara gossip dan hantu. Bahkan penyampaian informasi sudah dikemas sebagai suatu hiburan, dan terkadang porsi hiburannya menjadi lebih dominan. Tuntutan hidup juga menjadikan orang tua sekarang semakin sibuk mencari uang, sehingga terkadang menjadikan tv sebagai sarana pengasuhan yang praktis.

Euphoria untuk mengikuti arus perubahan juga sering menjadikan kita cenderung mengganggap semua yang memiliki cap masa lalu sebagai ketinggalan jaman dan kurang bermanfaat. Tapi pada kenyataannya, justru banyak barang lama menjadi media daur ulang, karena kembali dirindukan dan diperlukan. Sebagai contoh, saat saya penelitian di Lamongan tahun lalu, banyak yang menyesalkan bahwa acara kelompencapir sudah tidak ada lagi di tv karena acara ini merupakan media yang sangat bermanfaat bagi petani untuk bertukar pengalaman dan pengetahuan. Kakak saya juga sering mengeluh dan merasa anaknya yang sudah SMA tidak mendapatkan pengarahan yang cukup dari guru Bahasa Indonesia-nya. Anaknya tidak pernah mencatat pelajaran di kelas dan hasil karangannya hanya berkisar tentang acara tv. Kakak jadi teringat pekerjaan rumahnya dulu yaitu mencatat acara "Pembinaan Bahasa Indonesia", yang sudah melatihnya untuk bisa mencatat sambil mendengar pelajaran di kelas dan membuatnya gemar menulis.

Sebenarnya, masih banyak acara-acara tv yang bermanfaat, namun seringkali anak-anak terlalu banyak menonton acara-acara untuk orang dewasa tanpa banyak pencegahan. Hal yang terakhir ini rasanya merupakan masalah yang sesungguhnya. Anak-anak dan orang tua sepertinya perlu belajar untuk menggunakan tv untuk tujuan yang produktif. Menonton hiburan perlu diimbangi dengan menonton acara informatif. Jam menonton tv perlu diimbangi dengan jam belajar dan bermain dengan teman. Dan saya yakin pengaturan seperti ini sudah banyak diterapkan kembali oleh banyak keluarga. Yang terpenting adalah bisa menggunakan segala sesuatu sepantasnya, tidak berlebihan.

posted by Leo at 06:11

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004