<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Sunday, November 28, 2004

Keliling Dunia

Cita-cita sejak kecil ingin berkeliling dunia. Sampai sekarang baru terwujud ke beberapa negara: USA, Japan, Thailand, the Netherland, France, dan tentu saja NZ. Yang juga sempat mampir: Germany, Belgium, Singapore dan Canada.

Setiap berkunjung, saya dapat kesan yang berbeda. Mulai dari "don't ask, don't tell" ala Amrik yang artinya bisa saya selewengkan sebagai kehidupan yang begitu private, none of my business and none of yours; sampai kehidupan socially-responsible, penuh tatakrama dan penghargaan (termasuk harga barang dan jasa yang mahal luar biasa) seperti di Jepang. Dari keromantisan suasana jalan-jalan di kota Paris yang sebenarnya bisa menyesatkan, sampai pameran kesesatan di antara keramahan pusat kota Bangkok. Dari kebebasan dan informalitas hidup di Rotterdam, sampai all-you-can-think-is-"fine" ala Singapore. Dan dari suasana hectic dan penuh diskusi (yang berlarut-larut) di Frankfurt, sampai lingkungan yang bersih dan beraturan seperti di Canada dan NZ. Kesan untuk Belgium agak membingungkan karena negara itu seperti terkotak-kotak antara penduduk berbahasa Perancis dan Belanda.

Semuanya membuat saya semakin tertarik untuk menelurusi banyak sudut di muka bumi ini. Dalam catatan saya, ada beberapa negara yang menjadi cita-cita saya berikutnya: China, Russia, Turkey, Italy, Spain, Egypt, Nepal dan Brazil. Kalau Saudi, tinggal restu yang di atas saja kapan saya bisa secara mental siap. Rasanya akan cukup lengkap, meski beberapa teman juga cerita betapa indahnya Budapest, Prague, Lisbon, Kopenhagen dan taman nasional di South Africa. Maklum, yang bilang adalah teman yang sudah berkeliling di 90 negara.

Jika dipikir ulang, keliling dunia sepertinya tidak selalu berarti untuk mencari kesenangan dan obyek wisata, tapi juga belajar tentang orang lain. Ini berdasarkan pengalaman dan perjalanan virtual saya mengikuti acara Intrepid Journeys setiap Senin malam. Di acara itu, saya bisa melihat orang-orang Palestina yang mengungsi di Suriah dan orang-orang Badui di Jordan begitu ramah menerima tamu asing dari NZ. Sang tamu diundang berkunjung ke rumah, disuguhi teh dan diperkenalkan ke seluruh keluarga tanpa canggung. Sebaliknya, seorang walikota asal NZ mendaki Gunung Kinabalu dan menemukan banyak pelajaran baru dari keramahan orang di pasar dan makanan yang diolah ala kampung di "bed and breakfast" rumah panggung di tengah hutan Sabah.

Saya juga terkesan dengan kerendahan hati pembawa acara yang masih muda untuk bergaul dan belajar bahasa lokal di tengah gurun Mongolia; atau empati pembawa acara terhadap kesederhanaan penduduk Myanmar dan ketertinggalan suku Indian di sekitar Manchu Picu-Peru. Tapi tidak semua feature dalam acara itu saya nikmati secara nyaman. Contohnya, saat feature tentang Timor-timur, ada banyak hal yang terlupakan, seperti kain tenun Timor yang indah dan adat istiadatnya; sementara yang ditampilkan lebih banyak luka politis. Di lain pihak, mungkin itulah kenyataannya, kesan yang langsung terasa begitu seorang asing berkunjung ke tempat baru.

Satu feature terburuk dari acara itu menurut saya adalah feature tentang Nepal dan Tibet karena pembawa acara sepanjang acara mengeluh tentang kotor, kurang fasilitas, terlalu dingin, kurang oksigen, lelah dst, dst. Belum lagi komentar tentang penduduk asli, yang saya rasa terlalu sinis. Yang mengherankan, dia adalah mantan personel acara Foreign Correspondence yang seharusnya punya banyak pengalaman berkunjung ke negara-negara asing. Semangat eksplorasi dan empati-nya kurang.

Berkebalikan dengan Michael Palin dari BBC yang memberi review berimbang dan simpatik saat menelusuri Himalaya dari Nepal sampai Bangladesh. Dari perjalanannya, saya banyak belajar terutama tentang cara berempati dengan orang baru di tempat baru. Seorang tamu haruslah sopan, meskipun berkantong tebal, berpangkat tinggi dan bertujuan wisata. Saya mungkin sudah punya syarat yang pertama dan terakhir. Syarat yang ditengah masih perlu dicari.

Lumayan mengasyikan menonton acara-acara seperti ini. Dan rasanya, saya harus menyimpan dulu cita-cita keliling dunia, karena keliling tanah air saja belum. Selain itu, lebih enak kalau bisa berkeliling dunia atau tanah air bersama teman atau someone special. Moga-moga rejeki berpihak. Amin.

posted by Leo at 10:53

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004