<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Saturday, February 26, 2005

Yang Saya Ingat tentang Bapak

Tidak banyak yang saya ingat dari Bapak. Sebagian besar kenangannya terucap lewat cerita Ibu, Kakak dan saudara-saudara; sebagian lagi lewat diary, foto-foto, serta koleksi buku dan bebatuan warna-warni yang dulu dimiliki Bapak.

Dari cerita Ibu, saya tahu bahwa lima menit sebelum saya lahir, Bapak keluar kamar bersalin untuk mengambil beberapa baju untuk Ibu. Jadi kami tidak saling bertemu saat pertama saya menghirup udara di dunia ini. Meski demikian, Bapak telah menyiapkan nama yang indah, dan tetap berusaha menyandingkannya dengan nama pilihan Ibu. Saya tahu hal ini setelah membaca berlembar-lembar diary Bapak yang dipenuhi tulisan mengenai sejarah nama saya dan bagaimana akhirnya bersepakat dengan Ibu tentang nama saya.

Saat saya duduk di boks bayi, di ruang tamu, melihat orang lalu lalang di jalan, saya tidak pernah ingat kapan Bapak pulang dari kantor. Saat saya pertama kali menggambar di dinding rumah, hanya Kakak yang tertawa riang melihat gambaran saya. Saat ada hantu di kamar mandi, yang saya ingat cuma pengasuh saya yang mendekap saya erat-erat. Saat rumah kedatangan tamu bule tidak diundang (yang ternyata saudara Bapak), saya hanya ingat Ibu tampak bingung karena sang tamu datang lewat tengah malam. Saat saya sakit, saya hanya melihat wajah Ibu, dan pengasuh saya, sebelum akhirnya menangis setelah melihat wajah Dr. Roost.

Meski lama bepergian, Bapak tidak lupa mengirim paket-paket berbahasa Perancis yang di dalamnya ada foto-foto Bapak bersama teman-temannya di tengah salju, di ruang kerja dan di jalan. Saya suka sekali kiriman coklat Van Houten, sarung tangan dan jaket wool yang Bapak kirim. Kami pun menyimpan perangko-perangko indah yang tertempel di paket dan surat yang Bapak kirim. Sebagai balasan, Ibu biasanya mengirimkan makanan kesukaan Bapak: serundeng, dendeng, tempe-teri-kacang terik, sambal pecel dan kue-kue kering. Ibu juga mengirimkan foto saya yang duduk bersama Kakak. Saya tampak sama besarnya dengan Kakak karena saya overweight. Bapak kemudian membalas lagi dengan kiriman coklat beserta sebuah foto Bapak yang tampak duduk di ruang kerja yang sudah dihiasi foto kami di dinding. Bila kami rindu Bapak, Ibu bercerita tentang teman-teman Bapak di Perancis, dinginnya salju dan hutan-hutan yang sudah dikunjungi Bapak. Kami tidak pernah bosan melihat foto-foto Bapak yang Ibu susun dengan rapi di album foto. Cerita Ibu membuat kami berkhayal tentang menara Eifel, berbaju hangat dan bermain salju di musim dingin, dan menelusuri hutan-hutan yang indah.

Pernah, saat Bapak tidak bertugas, saya diajak Bapak ke kantornya, makan siang di kantin kantor dan banyak mendapat uang dari teman-teman Bapak. Atau saat suatu sore dibawa Bapak melihat kerangka gajah di museum dan setelah itu makan jagung rebus di halaman museum. Saya juga ingat betapa banyak buku-buku yang dikoleksi Bapak, meski sebagian besar berbahasa asing. Sebagian buku-buku hanya berisi tulisan saja tanpa gambar, begitu tebal, dan tetap disimpan dalam peti karena menurut Ibu buku-buku tersebut tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain.

Saat kami pulang kampung untuk menghadiri pernikahan adik bungsu dari Bapak, saya ingat saat itu Bapak memiliki rambut gondrong sebahu dan wajahnya dipenuhi brewok. Setelah upacara pernikahan Bulik, kami melanjutkan perjalanan ke Yogya, melihat Keraton dan Borobudur. Di Yogya adalah kali pertama kami menginap di hotel, begitu berkesan. Tapi malam itu saya menangis kencang di lobby hotel karena saya tertidur dan terpaksa dititipkan ke receptionist, sementara Bapak-Ibu dan Kakak mengunjungi saudara di Adi Sucipto dan Solo. Saya ingat selama menangis, banyak turis asing bergiliran menggendong dan memotret saya. Salah seorang bell boy akhirnya membawa saya ke tepi kolam ikan karena kasihan melihat saya semakin takut digendong turis-turis itu. Keesokan harinya, kami pergi ke Borobudur. Bapak menuntun saya menaiki tangga Borobudur satu per satu dengan sabar. Beliau ikut tertawa bersama orang-orang yang melihat saya menaiki tangga karena setiap kali saya menaiki satu anak tangga, saya kentut. Sepanjang tangga itu, saya banyak dipotret orang. Satu yang baru saya sadari dalam beberapa tahun terakhir adalah foto-foto wisata kami ke Yogya tidak ada satupun yang menyertakan Bapak di dalamnya. Bapak selalu memotret kami bertiga.

Bulan Desember... kami akan menempati rumah baru. Saya dan kakak diajak Bapak yang baru pulang bertugas untuk melihat rumah baru. Lantainya begitu bersih, dingin dan mengkilap, dan ada taman kecil di depan rumah. Bapak menanam dua pohon kelapa gading di taman dan memasang pagar bambu sementara menunggu pagar besi yang dipesan belum datang. Kamipun berfoto di rumah baru, juga tanpa Bapak.

Sepuluh hari setelah kami menempati rumah baru, Bapak kembali bertugas menjelajahi hutan, pegunungan dan sungai. Dua bulan kemudian, Ibu bergegas berangkat ke Jakarta, sementara saya dan Kakak ditinggal dan ditunggui Paman. Sekitar seminggu kemudian, saya dan Kakak tiba di Jakarta, di tengah orang-orang yang berkerumun dan mengaji. Saya melihat semua saudara berkumpul. Ibu berkerudung hitam dan tampak sedih. Saya juga melihat Kakak mulai menangis. Saya hanya diam di pangkuan Pak De. Saya bingung tapi juga merasa senang bertemu Pak De dan beberapa sepupu. Tiba-tiba di udara terdengar suara pesawat terbang lepas landas. Saya pun segera berlari dari pangkuan Pak De dan menengadah... "Itu Bapak, baru pulang" Tangan saya melambai-lambai...

@ Ady Saman, 26 February

posted by Leo at 00:24

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004