<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Wednesday, December 21, 2005

Sedikit Lebih Kreatif

Itu nasihat saya kepada flatmate yang berasal dari Turki. Sudah hampir dua bulan terakhir ini kami memutuskan untuk iuran biaya makan dan keperluan sehari-hari. Lumayan karena dengan masak dan makan bersama, pengeluaran mingguan bisa lebih hemat. Hari pertama berlangsung menarik karena masing-masing dari kami menyiapkan masakan sendiri dan berbagi. Tapi setelah kami memutuskan untuk memasak sama-sama baru timbul sedikit masalah.

Memang tidak mudah untuk memotivasi orang untuk mencoba jenis makanan baru. Meski teman saya ini sebelumnya sudah 4 kali pindah flat dalam satu tahun (saya hanya 2 kali pindah flat selama 2 tahun), referensi makanannya belum banyak. Saya sendiri pertama kali merasakan makanan Turki tahun 1997 karena salah seorang roommate adalah warga USA keturunan Turki/Armenia dan teman kuliah juga ada yang berasal dari Turki.

Resep andalan teman saya yaitu sup lentil Turki (ada beberapa macam resep sup lentil, termasuk India, Italia, Suriah, Maroko, dll). Selama berpindah-pindah flat, dia mengaku kalau semua orang suka sekali dengan sup itu. Saya juga suka dan memang enak. Bahannya sederhana, hanya lentil merah, bawang bombay, bawang putih, tomat puree, olive oil dan garam. Selain itu, dia suka sekali salad brokoli kukus yang dicacah bersama-sama 8 bawang putih mentah kemudian ditaburi garam, perasan jeruk nipis dan olive oil. Masakannya yang lain adalah salad iceberg lettuce-timun-tomat, dan daging rusa bakar yang hanya digarami. Praktis tapi enak.

Saya sendiri tentu saja mengeluarkan segala kemampuan agar bisa menikmati makanan yang lezat. Saya buat rendang, ayam goreng Suharti, sapi lada hitam, empal bakar, opor, bakso, macaroni-tahu schotel, cap cay, nasi uduk, nasgor terasi, sop sayuran, stop! Saya memang harus stop karena akhirnya saya yang lebih sering mendapat ide dan memasak dibandingkan dia.

Tidak terasa lelah bila akhirnya hasil masakan bisa dinikmati bersama-sama dan habis. Alhamdulillah. Tapi beberapa kali saya merasa lelah karena mendengar komentar singkat seperti "None in Turkey would eat this soup." Saat itu saya memasak sop sayuran seperti di Jakarta. Sop sederhana yang harum taburan bawang goreng; tapi kurang mendapat simpati. Saat yang lain, saya minta lentil soup atau salad brokoli buatan dia dicampur jagung manis pipil dan wortel agar lebih kaya rasa dan nutrisi, selain lebih berwarna-warni. Permintaan yang ditolak mentah-mentah karena menurut dia bahan kedua jenis masakan ini tidak cocok dicampur bahan lain.

Menghadapi situasi seperti ini, tentu kreativitias memasak saya seperti tertantang. Akhirnya, seringkali saya tidak bilang-bilang atau mengajak dia dulu jika akan memasak. Langsung ambil bahan-bahan dan memasak. Saya melanggar semua larangannya. Saya buat lentil soup sendiri dengan campuran kentang, batang seledri, wortel dan cabai. Saya juga pernah mencampur salad iceberg lettuce-timun-tomat dengan bahan 'terlarang' seperti jagung manis pipil, serutan wortel dan taburan bawang goreng. Atau menyodorkan sup seafood instan (dia anti makanan instant) yang saya modifikasi dengan tambahan bubuk paprika, bubuk kemangi, irisan jamur, jagung manis pipil dan seledri. Atau membuat omelette sederhana dengan isi cacahan brokoli dan irisan jamur. Saya juga menambahkan serutan keju cheddar ke dalam sop sayuran ala Jakarta sehingga lebih gurih. Belum lagi saya meramu makanan-makanan sisa, menjadi berbagai tumis dan nasgor. Komentar dia: yummy! Dan semua masakan habis.

Tentu saya tidak hanya berdiam saja selama kami menikmati makanan. Saya jelaskan bahwa sup yang dia makan itu berbahan dasar sup instan; bahwa saya memasukkan cabe utuh dan berbagai bahan lainnya ke dalam sup lentil-nya; bahwa nasgor yang enak itu dibuat dari left-over, dll. Dia hanya menganguk-anguk dan berterima kasih. Alhamdulillah. Tidak perlu pakai naik darah untuk bisa merubah pikiran dia. Memasak hanya butuh sedikit kreativitas, apalagi jika hanya ada sedikit waktu dan bahan tersedia, dan sedikit kemampuan/pengetahuan tentang memasak.

Pengalaman ini membuat saya bersimpati dengan para ibu yang sudah bersusah-payah menyiapkan masakan untuk keluarganya. Seorang ibu sering dihadapkan pada tantangan untuk membuat apa yang ada bisa cukup untuk keluarga. Ada kalanya hasil masakannya mendapat pujian, atau keluhan di saat yang lain. Tapi herannya, seorang ibu cenderung untuk memikirkan keluarganya sebagai prioritas utamanya. Bila mendengar obrolan para ibu, topik masakan tidak pernah terlewatkan. Selalu ada usaha untuk menjadi lebih baik. Oleh karena itu saya sering memotivasi teman wanita yang mengaku tidak bisa memasak untuk sekali-kali mencoba, karena saya yakin kemampuan memasak adalah kreativitas terpendam yang ada dalam setiap wanita. Meski sebagian besar koki terkenal adalah pria, tapi jumlahnya tetap kalah dengan jumlah ibu rumah tangga yang bisa membuat keluarganya sehat dan betah makan di rumah. Terkadang makan bukan berarti harus selalu sesuai dengan selera, tapi makan itu untuk sehat. Dan saya salut untuk para ibu dan para calon ibu yang tetap berusaha untuk bisa dan lebih baik dalam memasak.

Coba dengarkan komentar flatmate saya, saat saya sodorkan dua potong brownies buah: "I really need a wife." Teman saya ini memang sedang giat mencari istri, bahkan sudah mematok target tiga bulan harus sudah menemukan calon istri. Tidak heran kalau banyak orang bilang bahwa jodoh bisa dimulai dari masakan. Jadi single ladies: belajar memasak-lah! Tapi hati-hati juga: jangan sampai dapat suami yang hanya mencari juru masak, bukan istri. Berbahaya, karena dia akan menjadi pengkritik terpedas selama berkeluarga. Itu juga yang saya sampaikan sambil bercanda kepada flatmate saya: "Really? I think you need a cook, not a wife..." ;-P

Selamat hari Ibu.

posted by Leo at 18:00

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004