<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Wednesday, December 22, 2004

Have You Seen an Angel?

Hampir seharian menunggu kiriman tv. Bacaan di tangan sudah hampir selesai, kue sudah jadi satu loyang, sudah makan siang, bahkan daging giling yang dicairkan sejak tadi pagi sudah jadi bakso satu panci, tapi tv pesanan belum datang juga. Bosan.

Saya nyalakan komputer, berniat membunuh waktu dengan bermain Hearts FreeCell Spider Soliter, karena hanya permainan ini yang saya kuasai. Tiba-tiba teringat mimpi semalam. Mimpi naik lift, naik berdua, turun sendiri. Mendapati suasana baru, tapi dengan teman lama. Tiba-tiba suasana berubah seperti pesta, banyak orang mengobrol, tapi sebagian besar wajah mereka tidak saya kenal, hanya nama-nama mereka melintas seolah saya pernah tahu. Orang bertambah banyak, teman memisahkan diri, saya mendapat salam, saya pulang sendiri. Mimpi yang tidak beraturan. Tapi saya masih ingat satu wajah di pesta itu, wajah yang gelisah.

*

Saya terpaku di depan komputer, Word sudah dibuka dan selembar dokumen baru menunggu curahan pikiran saya. Wajah yang gelisah. Have you seen an angel? Tiba-tiba saja pertanyaan ini muncul. Tidak ada hubungannya, tapi jari-jari saya terus menghentak tombol-tombol keyboard.

Have you seen an angel? Sudah pernah, bahkan sering. Apakah dia bersayap dan bisa terbang? Tidak, dia menjejak bumi seperti manusia lainnya. Yang benar saja? Mungkin itu hanya manusia, bukan malaikat. Gerak jari-jemari saya semakin tak terbendung.

Benar, mereka memang hanya manusia. Tapi mereka adalah malaikat bagi saya. Teringat almarhumah Ibu. Beliau memang cuma manusia biasa, tapi sudah bertaruh nyawa untuk mengandung, melahirkan dan membesarkan saya. Ibu, manusia yang berjiwa malaikat, yang mengerti saya, meski saya terkadang tidak mengerti bahasa Ibu. Beliau juga telah melengkapi saya dengan semangat untuk terus belajar. Ibu memberi dengan cara yang sederhana, tanpa pernah minta kembali. Hanya satu saja permintaan Ibu yang pernah saya dengar yaitu untuk bisa berhenti bekerja begitu saya dapat pekerjaan. Alhamdulillah terkabul. Mungkin sebenarnya banyak keinginan Ibu, tapi selalu mengalah demi anak-anaknya. Sampai detik-detik terakhir, Ibupun tidak banyak meminta. Yang ada hanyalah pandangan cinta, cinta tanpa pamrih.

Bayangan lain melintas. Sosok yang selama ini menjadi malaikat yang menemani saya bila sepi dan sendiri. Kakak saya, yang mengerti dan berusaha mengerti diri saya. Sebagai trailblazer, kakak menjadi cermin bagi saya untuk melangkah lebih maju dalam hidup. Kakak menjadi dewasa karena jatuh-bangun memperjuangkan hidupnya. Saya hanya tinggal menonton, menemani dan belajar dari langkah-langkahnya. Sekarang dia menjadi malaikat bagi suami dan kelima anaknya. Ibu yang mencintai keluarganya.

Hembusan angin di luar juga membawa ingatan samar-samar akan almarhum Bapak, malaikat yang telah memperjuangkan nama yang indah bagi anaknya serta mewariskan kecintaan akan tulisan, nyanyian dan alam. Cerita tentang saat Bapak menjelajahi hutan dan mencari bebatuan warna-warni selalu menjadi bunga-bunga mimpi yang indah waktu saya kecil. Pegangan tangan Bapak cukup erat saat menuntun saya dengan sabar mendaki tangga-tangga Borobudur; liburan bersama terakhir kami. Dulu, bila saya memandang langit dan melihat satu pesawat melintas, saya selalu teringat bahwa Bapak suatu saat akan pulang. Saya pun merasa dekat.

Empat Paman saya juga telah menjadi malaikat penyelamat saya. Mereka rela mengulurkan tangan untuk membantu saya meraih setiap kesempatan untuk belajar dan maju. Masing-masing dari mereka punya keluarga dan tanggung jawab, tapi mereka tidak pernah lupa meluangkan waktu untuk saya. Tanpa mereka, saya belum tentu seperti sekarang.

Dua kakak angkat saya juga bagai malaikat yang selalu bersedia menemani saya, terutama saat orang-orang pergi. Mereka telah mengajari saya untuk mensyukuri yang sedikit dan memandang dunia dengan cara yang sederhana. Meski kami pernah berpisah, kami selalu berjanji untuk tetap tersenyum dan saling menyapa.
*

Malaikat, mereka tetap tidak bersayap, mereka berada dalam wujud orang-orang yang saya kenal baik, tapi juga terkadang bukan orang yang saya kenal.

Dari Jakarta? Pertanyaannya menyentak saya. Wajah saya pucat, nafas memburu dan saya panik. Pesawat sudah meninggalkan saya di LA. Ini kali pertama saya ke luar negeri. Seorang Ibu dan anaknya yang masih kecil mengantri di depan saya. Iya, Mbak. Ketinggalan pesawat? Iya... Langsung saja ke loket yang paling pinggir sebelah kiri; di sana bisa cepat dapat bantuan. Terima kasih. Ternyata benar dan saya bisa melanjutkan perjalanan ke NY dengan lancar.

Saya lupa pada Ibu dan anak itu, sampai saat saya menemui para penjemput saya di NY. Bagai pinang dibelah dua dengan Ibu dan anak yang saya temui di LA. Saat saya bertanya, apakah kita pernah bertemu sebelumnya? Dia bilang, belum, baru lihat sekarang saja. Apakah kemarin bepergian ke LA? Tidak, hanya di rumah saja. Saya tidak berani bertanya lagi, karena takut lancang. Lantas siapa Ibu dan anak yang saya temui di LA? Mengapa begitu mirip?

*

Wajah yang gelisah. Are you an angel? Sudah lama saya tidak mengakrabi sinarmu, meski sinarmu kerap menerangi perjalanan saya dalam lorong mimpi. Are you really an angel? Kau tidak bersayap, dan tetap menjejak bumi. Tapi saya hanya melihatmu datang di lorong mimpi. Jika bukan malaikat, mengapa kau rela memberi pancaran kebahagiaan untuk saya? Dan mengapa sekarang gelisah? Adakah sesuatu di lorong mimpi ini yang membuatmu gelisah?

Saya berpaling ke arah jendela, menghela nafas... Kiriman tv belum datang juga.

posted by Leo at 09:53

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004