<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Friday, December 30, 2005

Hidup itu Ajaib

Agustus 2005. Kata-kata itu diucapkan oleh asisten saya saat kami berbincang-bincang santai seusai sarapan pagi. Jodoh, rejeki dan jalan hidup setiap orang itu unik. Dulu saat kuliah, saya berangan-angan mendapat pekerjaan nyaman bergaji besar sesuai dengan prestasi yang saya capai. Meski banyak tawaran menggiurkan, ternyata saya justru memilih pekerjaan yang biasa saja, harus berpanas-panasan sepanjang hari dan bergaji lebih rendah dibandingkan teman satu angkatan yang nilainya biasa-biasa saja. Saya sendiri sampai sekarang tidak mengerti mengapa saya memilih pekerjaan itu. Tapi yang saya mengerti bahwa dari pekerjaan itu saya menemukan jalan melihat dunia. Sama halnya dengan kakak saya yang dulu berkata amit-amit mendapat suami hanya selompatan pagar. Kenyataannya, dia menemukan suami yang tinggal hanya berselang tiga rumah dari rumah kami. Komentar bahwa bayi itu ajaib juga terasa tepat karena kelahiran manusia menjadi awal dari suatu perjalanan dengan arah yang sering tidak terduga. Ajaib.

Bila hidup itu suatu siklus, mungkin cabang dan rantainya terlalu banyak untuk dapat membantu kita mengerti tentang "untuk apa kita hidup". Yang kita sadari biasanya hanya muncul dalam wujud dua pilihan yang kontras: ini-itu, baik-buruk, dulu-sekarang, salah-benar, cinta-benci, hitam-putih, kanan-kiri, lapar-kenyang, besar-kecil, dsb. Pilihan yang miskin, meski hidup mungkin sebenarnya kaya dengan pilihan. Adalah keterbatasan kita untuk mengenali berjuta pilihan yang harus ditentukan hanya dalam hitungan detik. Akibatnya kita sering harus menempuh detour yang seolah tanpa ujung setelah berulang kali mengambil jalan/respon spontan yang tanpa hasil. Ingin rasanya bisa meramal dan mewujudkan segala sesuatu sesuai kehendak kita. Tapi hidup terlalu ajaib untuk diramal.

Meski hidup ini ajaib, semua tampak terencana dari awalnya. Setiap orang seperti sudah mendapat rencana yang berbeda. Ada rencana yang harus diperoleh lewat tumpukan-tumpukan kecil yang melelahkan, ada rencana besar yang bisa langsung didapat hanya lewat sekelebatan usaha. Ada rencana yang menyertakan orang yang memang kita inginkan untuk bersama, ada rencana yang harus kita tempuh sendiri. Ada rencana yang datang dari orang yang tidak kita kenal, atau bahkan dari orang yang kita benci.

Hidup yang ajaib. Saya jadi teringat lagi polah gerak Tata Dado saat lip sync lagunya Dionne Warwick "I'll Never Love This Way Again" di episode terakhir Lenong Rumpi.
Pilihan lagu yang tepat. Saat itu Lenong Rumpi telah mendapat tempat yang tepat, memilih tim yang tepat tapi waktu terkadang tidak berpihak.

Sama halnya dengan hidup, meski terkadang hidup tidak semeriah, sesantai, seceria dan sepenuh-tawa seperti Lenong Rumpi. Pengalaman hidup terkadang memberi imbalan kepuasan dan kebahagiaan yang optimal, tapi pengalaman seperti ini sering hanya sekali terjadi. Tidak bisa berulang karena hidup terus berubah. Yang bisa kita lakukan saat pengalaman itu tiba adalah mempertahankannya...hold on, hold on, hold on... meski untuk mempertahankannya membutuhkan usaha keras. Bila semuanya harus berakhir, kita hanya mengingat bahwa dengan segala kekurangan, kita telah berusaha yang terbaik dan bersyukur sudah menjadi bagian darinya. Rasa sesal dan kehilangan adalah lumrah, dan lumrah pula jika itu akan menghiasi hidup kita dalam putaran waktu yang lama karena kita tahu: "I'll Never Love This Way Again".

Bagi saya sendiri, hidup masih berjalan apa adanya meski banyak riak dan tidak sepenuhnya saya mengerti. Saya bersyukur bahwa jalan hidup saya tidak se-tragis Charlott Bronte, pengarang Jane Eyre yang pernah berkata "Hidup ini sedemikian constructed sehingga sebuah kejadian kecil pun tidak bisa, tidak akan bisa, tak pernah bisa sesuai dengan kehendak kita." Sang Pencipta masih berbaik hati memberi saya toleransi untuk memilih jalan dan mewujudkan harapan-harapan kecil untuk menjadi kenyataan.

Satu yang tidak pernah terlepas dari doa yang saya ucapkan kepada Sang Pencipta, bahwa saya percaya bahwa rencana yang sudah digariskan-Nya untuk kehidupan saya itu baik adanya, dan untuk itu saya mohon diberi kesabaran. Saya hanya bisa berusaha memilih dan menjalaninya. Hasilnya, come what may karena success always occurs in private, and failure in full view.

Selamat Tahun Baru untuk Teman-teman Blogger.
Have a most rewarding and fulfilling 2006.

I'll Never Love This Way Again
Dionne Warwick
Words by Will Jennings: Music by Richard Kerr

You looked inside my fantasies and made each one come true,
something no one else had ever found a way to do.
I've kept the mem'ries one by one, since you took me in;
and I know I'll never love this way again.

I know I'll never love this way again,
so I keep holdin' on before the good is gone.
I know I'll never love this way again,
hold on, hold on, hold on.

A fool will lose tomorrow reaching back for yesterday;
I won't turn my head in sorrow if you should go away.
I'll stand here and remember just how good it's been,
and I know I'll never love this way again.

I know I'll never love this way again,
so I keep holdin' on before the good is gone.
I know I'll never love this way again,
hold on, hold on, hold on.

posted by Leo at 03:31

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004