<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Saturday, August 13, 2005

Lamongan, The Series (Finale: It's all about impression)

Dia yang Meninggalkan Kesan untuk Banyak Orang
Saat memasuki rumah-rumah penduduk untuk wawancara, saya sering kali menemukan foto dan gambar yang hampir sama. Foto yang mudah saya kenali adalah foto Gus Dur, Megawati, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla (sengaja saya urutkan karena yang disebutkan pertama adalah yang terbanyak). Selain itu ada kalender bergambar Bupati Lamongan saat ini (dengan latar belakang feature Lamongan atau Persela-Persatuan Sepak Bola Lamongan) dan lambang burung Garuda. Saya tidak tahu apa kalender itu gratis atau suatu bentuk penyaluran sumbangan, tapi yang saya tahu banyak penduduk yang membeli dan memasang foto-foto itu sebagai bentuk penghormatan.

Selain tokoh-tokoh pemerintahan, penduduk juga memasang foto-foto pendiri NU, imam/ulama asal Iran (kalau saya tidak salah dengar), dan sebuah foto dari seorang kyai muda berkumis tipis rapi, berpeci dan sedang memegang tasbih. Yang terakhir ini hanya dipasang di satu desa saja, tapi tidak di desa lain. Beberapa kali research assistant saya bertanya kepada para tuan rumah, siapakah kyai muda di foto itu, tapi semua orang yang ditanya menjawab tidak tahu. Lalu kenapa dipasang? Baru setelah saya tanya kepada Kelapa Dusun, didapat informasi bahwa beliau adalah ustad yang disegani tapi meninggal dalam usia muda. Pertanyaan berikutnya, siapa yang menganjurkan memasang foto itu jika semua orang yang ditanya tidak tahu siapa dia? Tapi saya urung bertanya karena orang-orang yang dipajang fotonya itu pasti sudah meninggalkan kesan mendalam bagi banyak orang di desa, entah itu setelah bertemu langsung, melihat foto/gambarnya atau dari sekedar mendengar cerita tentang jasa/kebesarannya.

Kalau saya sendiri, sampai saat ini rasanya tidak ada orang yang memasang foto saya. Yah mungkin saya belum dapat meninggalkan kesan yang berarti. Apalagi pertanyaan-pertanyaan saya sering membuat orang menjadi stress.

Wawancara Berasap
Hampir 90 persen responden saya adalah perokok berat sehingga adalah tidak mungkin untuk meminta para responden saya untuk tidak merokok. Termasuk juga research assistant saya yang menggunakan alasan merokok untuk mengusir kantuk. Beberapa kali saya terpaksa menahan nafas selama mereka menjawab, untuk menghindari asap rokok.

Sampai sekarang saya tidak mengerti mengapa orang mau merokok (sorry to DJ :)). Mungkin di sini sulit sekali mengurangi kebiasaan rokok karena rokok tidak mahal dan jenis rokok lokal yang murah meriah begitu banyak. Satu yang saya syukuri adalah bila di NZ, teman-teman Indo biasanya langsung berhenti merokok atau mengurangi rokok karena harga rokok begitu mahal. Yang termurah harganya lebih dari NZ$ 17 atau hampir Rp.120.000.

Kebiasaan merokok, sepertinya bukan saja terkait dengan masalah ketagihan karena banyak orang awalnya mulai merokok karena alasan kesan yang ditimbulkannya. Ini bisa dilihat dari isi iklan-iklan rokok. Penyetaraan perilaku dengan isi iklan sedikit banyak ada pengaruhnya, meski mungkin untuk para responden, merokok bisa mereka untuk mengurangi rasa grogi dan membuat lebih santai menjawab. Sejak awal, saya sudah bertekad untuk bertoleransi jika memang para responden saya ingin merokok. Saya masih bersyukur bahwa para responden saya masih semangat menjawab pertanyaan-pertanyaan saya.

Teh Manis Versus Soft Drink
Berbagai suguhan saat wawancara juga bisa melumerkan suasana wawancara yang serius. Research assistant saya bahkan sering bercanda kepada orang-orang di desa bahwa hampir di setiap rumah dia kekenyangan minum teh manis. Yang terjadi kemudian adalah teh manis diganti total dengan soft drink. Bila dalam sehari saya mewawancarai 4 orang, itu berarti kami akan minum 4 botol soft drink.

Sebenarnya saya jarang sekali minum soft drink, kecuali saat kumpul-kumpul dengan teman-teman Indo di NZ. Saya juga tidak pernah menyimpan persediaan soft drink di kulkas, dan bila teman-teman berkunjung ke flat saya, suguhan minumnya hanya juice atau air putih. Saya memang mengurangi konsumsi soft drink. Mungkin di beberapa tempat, soft drink masih dianggap sebagai simbol status dan bisa digunakan sebagai bentuk penghargaan kepada tamu. Jadi, saya patut bersyukur, alhamdulillah, sudah dihargai. Saatnya untuk sebentar melupakan air putih dan mengajukan pertanyaan kapan saja dan dimana saja, dengan ditemani oleh beberapa botol soft drink. Yang sekarang saya tunggu adalah suguhan air putih dari YNa, apabila nanti sempat berkunjung ke Serang (kapan ya?). Air putih itu bisa menghilangkan pusing.

Rekaman Versus Acara TV dan Musik Hajatan
Sekarang saya masih bekerja keras untuk memindahkan hasil rekaman wawancara ke bentuk tulisan. Sulit, apalagi jika suara yang terdengar lebih didominasi oleh suara kendaraan bermotor, mainan anak-anak, kokokan ayam, kicauan burung, suara anak-anak bermain, telenovela, infotainment dan konser hajatan. Tiga yang disebutkan terakhir itu yang paling mengganggu.

Pernah saat wawancara, keluarga responden saya sedang menonton telenovela India atau Latin dengan suara yang bisa melewati batas tembok ruangan. Alhasil, yang terekam jadinya seperti tangisan sepasang kekasih: "Ini semua memang salahku, hiks, hiks"--- "Tidak, itu salahku, hiks, hiks" (dalam hati saya membatin: ya sudah, tidak usah rebutan siapa yang salah, dibagi rata saja kan beres, jangan mau menang sendiri!) atau saat lainnya terdengar "Siapa kau? Lancang sekali masuk ke rumah ini" --- (Dijawab dengan nada suara bengis dan penuh kebanggaan) "Saya adalah wanita penyamar yang terkenal itu!" Pusing sekali mendengarkan pembicaraan seperti itu, apalagi pola sulih suara telenovela itu sudah begitu khas.

Kali lainnya, seusai maghrib, saya mewawancarai seorang responden di rumahnya. Saat itu suasana sepi dan yang terdengar adalah acara infotainment yang sedang ditonton istri dan anak laki-laki sang responden. Sang responden berbicara begitu pelan dan anehnya saya jadi ikut-ikutan berbicara pelan. Alhasil, yang terdengar adalah sengitnya suara artis pujaan Jeng Nana: Si Miss No Comment--Neng Desi Ratnasari, yang berusaha mati-matian membantah kalau dia akan bercerai. Jadilah rekaman wawancara saya penuh dengan ulasan lengkap kilas balik sejarah pacaran, pernikahan dan perceraian Neng Desi. Pusing dua kali.

Yang paling menganggu adalah suara speaker dari tetangga yang hajatan. Entah di desa atau di kota, sang empunya hajat biasanya menyetel musik keras-keras untuk memberi kesan kemeriahan atau untuk memberi petunjuk jalan pada tamu-tamu yang akan datang. Di desa tempat saya wawancara, speakernya bisa setinggi 2.5 meter yang diletakkan di sisi kiri dan kanan rumah. Tidak kalah dengan konser Padi di Lamongan beberapa minggu yang lalu. Musik yang diputar di hajatan biasanya dangdut, terutama Inul. Terkadang si empunya lupa mengecilkan volume pada saat azan terdengar.

Beberapa kali saya terpaksa melakukan wawancara di rumah-rumah yang bertetangga dengan si empunya hajat. Alhasil, yang terdengar di rekaman adalah suara Inul, Uut Permatasari, sampai Alam dengan "Mbah Dukun"-nya, Basofi dengan "Tidak Semua Laki-laki", Vetty Vera yang takut dipukul bapaknya karena ketahuan jalan berdua dengan pacarnya, dan lagu Jawa yang sedang nge-top "Sri Ojo Minggat" (Sri jangan kabur). Parahnya lagi, saat mendengarkan rekaman, ibu kost sering berkaraoke keroncong serta lagu-lagu milik Ratih Purwasih dan Lilis Karlina. Suara beliau bagus, cuma volume-nya ruarrr biasa keras. Pusing tiga kali, dan kalau sudah begini saya harus pijat telinga.

Tabir Misteri yang Terkuak
Berolah raga pagi merupakan salah satu cara saya untuk tetap santai dalam memulai hari. Tapi kebiasaan saya di pagi hari ini awalnya menimbulkan kecurigaan. Pada hari-hari pertama kost di kota, saya agak-agak dicurigai oleh pemilik rumah karena selalu bangun paling pagi, lalu tidak lama setelah shalat subuh, saya sudah pergi keluar rumah. Apalagi jika malam hari, si Leo ini hanya mengurung diri di kamar. Jam 21.30 sudah sepi. Si Leo ini begitu misterius.

Jadilah suatu pagi ada salah seorang anak ibu kost yang ikut dengan saya; katanya mau beli nasi boran. Saat tahu saya jalan/lari pagi berkeliling alun-alun, besok-besoknya dia tidak pernah lagi beli nasi boran. Tapi ini bukan satu-satunya perubahaan yang terjadi di lingkungan kost. Biasanya setiap pagi para ibu duduk-duduk mengobrol di jalan sambil menunggu penjual sayur. Tapi beberapa hari ini saya melihat mereka mulai mengobrol sambil jalan pagi atau lari-lari kecil. Anak bungsu Ibu kost juga sekarang sering sit-up pagi di teras. Saya tidak tahu apakah ini akibat mereka sering melihat saya pagi-pagi sudah bersimbah keringat sehabis olah raga atau tidak.

Sekarang olah suara pagi hari para ibu sudah mulai diikuti dengan olah raga. Saya juga sekarang sudah tidak dianggap misterius lagi; bahkan tadi malam sudah bisa bergabung bersama-sama tetangga merangkai bendera merah-putih untuk hiasan jalan. Kesan terhadap diri saya sudah berubah. It's all about impression.

posted by Leo at 18:18

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004