<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8473658\x26blogName\x3djust+write!\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nozeano.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nozeano.blogspot.com/\x26vt\x3d2378614178765346968', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 just write!
a journey through middle earth
Monday, September 05, 2005

Out of Lamongan

Tidak terasa hampir dua setengah bulan saya tinggal di Lamongan. Saya sudah semakin akrab dengan suasana kota dan penduduknya, juga sudah terbiasa dengan hawa panas. Kulit saya pun sudah tidak pucat lagi, sehingga para responden saya berpendapat bahwa saya lebih ganteng dibandingkan waktu pertama kali datang. Berbagai komentar dari orang-orang yang saya temui tentang enaknya hidup di desa dan kota kecil semakin hari semakin sering saya dengar. Saya semakin kerasan.

Tapi sudah saatnya saya undur diri dari Lamongan. Penelitian saya sudah selesai dan menghasilkan 1,92 giga byte rekaman (sudah di-zip) ditambah 20 kilogram kertas-kertas kuisioner. Di satu sisi, saya merasa sangat lega karena penelitian bisa berjalan lancar dan saya mendapat banyak teman-teman baru. Di sisi lain, saya cemas memikirkan banyaknya analisa yang harus saya lakukan, serta cemas memikirkan bahwa saya harus berpindah lagi.

Meninggalkan Lamongan berarti saya akan meninggalkan 'surga' soto dan ikan bandeng. Soto dan produksi bandeng sudah mendongkrak taraf hidup penduduk Lamongan, dan menjadikan antrian jemaah haji asal Lamongan sudah memenuhi kuota sampai 5 tahun mendatang, Alhamdulillah. Produksi padinya juga mendongkrak Lamongan menjadi lumbung padi nomor dua di Jawa Timur. Akan sangat mungkin juga bahwa di masa mendatang Lamongan menjadi produsen udang windu air tawar terbesar dengan semakin maraknya budidaya padi yang dicampur udang windu. Semoga.

Meninggalkan Lamongan juga berarti saya akan meninggalkan orang-orang yang biasa saya temui dan makanan-makanan yang lezat. Saya akan kehilangan suara tetangga sebelah yang sudah mulai memasak sarapan pagi saat saya bangun subuh. Saya juga tidak bisa lagi melihat bapak gelandangan tua berbaju batik korpri yang rajin mengumpulkan sampah di sekitar alun-alun dan membakarnya saat saya lari pagi. Saya juga tidak akan lagi melihat jejeran mbok-mbok penjual nasi boran, dan membeli nasi boran di langganan saya. Tapi saya juga senang melihat akhir-akhir ini mbok penjual nasi boran yang judes sudah mulai mendapat langganan.

Saya juga akan kehilangan rutinitas dijemput research assistant saya dan berangkat ke lapang bersama-sama, dan membicarakan pengalaman-pengalaman menarik selama wawancara. Saya akan kehilangan keramahan para responden saya, berikut reaksi mereka terhadap pertanyaan-pertanyaan saya dan, tentu saja, berbagai jenis suguhan yang mereka sediakan. Selain itu, saya tentu tidak akan lupa dengan keramahan keluarga pak Lurah tempat saya kost selama satu bulan, juga anaknya, juga lagu-lagu Koes Plus kegemaran pak Lurah. Saya juga tidak bisa lagi menikmati bakso lompongan, bakso goyang lidah, bakso bakwan Lamongan dan tahu tek. Saya juga tidak akan lagi dibuatkan sambel uleg satu cobek, atau dibungkuskan pecel tanpa nasi oleh ibu pemilik warteg langganan. Saya juga tidak akan pernah melihat lagi ibu pemilik restoran prasmanan yang gemar berdiskusi dengan pelanggannya tentang gossip-gossip di infotainment. Saya juga tidak akan lagi terlihat duduk manis seusai magrib di warnet, memeriksa email dan blog. Saya juga akan kehilangan dokter kulit yang ramah dan telaten (dokter kulit di Jakarta masih kalah telaten!) tapi seperti memiliki telepati, beliau hanya memandang saya penuh-penuh dan lalu langsung tahu masalah saya.

Hidup di kota kecil seperti Lamongan, membuat saya merasa dekat dengan orang-orang yang saya temui dan mereka bisa cepat ingat aya. Pemilik kios langganan fotokopi sekarang sudah hafal dengan nama lengkap saya, sehingga bisa langsung menuliskan nama saya di kwitansi tanpa perlu diminta. Penjaga rental komputer, tempat saya biasanya print, juga hafal nama saya. Lain lagi dengan pengalaman periksa kesehatan ke dokter. Saya sempat heran saat saya periksa gigi dan sang dokter langsung menyapa saya dengan "O... ini tho mahasiswa Selandia Baru yang sedang penelitian dan dapat gangguan bla bla bla". Padahal kami belum pernah berjumpa sebelumnya. Usut punya usut ternyata si ibu dokter itu istrinya dokter umum yang pernah saya kunjungi; dan hanya dengan melihat nama saya, dia sudah berani menebak. Satu yang mungkin agak kurang akrab dengan saya adalah para tukang becak. Mereka terkadang kapok menawari saya karena kemana saja saya lebih sering berjalan kaki.

Sayang memang, selama tinggal di Lamongan, saya tidak sempat berkunjung ke wisata bahari kebanggaan Lamongan. Alasannya lebih karena angkutannya sulit dan saya tidak begitu menyukai pantai. Tapi saya sempat bepergian mengunjungi teman-teman dan mendapat pengalaman baru. Seperti saat mengunjungi rumah dodY, saya bisa mengobrol ngalor-ngidul dengan beliau dan kakaknya hampir tidak pernah putus. Thanks to dodY yang membantu mencarikan souvenir meski beliau sibuk sekali berlatih Yosokai dan sedang pusing tujuh keliling dengan urusan skripsi. Atau saat mengunjungi rumah research assistant, saya melihat betapa praktis-nya hidup sekeluarga yang anaknya laki-laki semua. Saat mengunjungi DJ di Malang, saya sempat diajak mencicipi bakso Cak Man yang enak tenan, juga melihat rumah barunya. Terus terang saya salut untuk DJ yang sudah mantap berkeluarga, dan terkesan dengan keramahan keluarganya. Semoga DJ sukses merintis usahanya.

Saya juga sempat mengunjungi Wisa di kampung halamannya, Tulungagung dan bertemu dengan semua saudara kandung dan keluarganya dalam suasana yang santai dan ramah. Di sana, saya disuguhi pepes larva tawon dan gulai ikan lele, makanan yang belum pernah saya coba (saya sebelumnya tidak suka lele). Awalnya agak takut mencoba, tapi setelah dipaksa, saya coba juga dan ternyata... wah enak tenan! Tapi saya sudah berjanji hanya mau makan tawon dan lele kalau dimasak seperti itu. Selain itu tidak mau hehehe... Saya juga terkesan dengan akrabnya Wisa dengan semua keponakannya; juga betapa genit dan galaknya keponakannya yang bungsu, terutama dengan caranya mlerok/melirik.

Pengalaman tinggal di Lamongan dan berkunjung ke rumah teman-teman akan menjadi kenangan yang tidak terlupakan.

posted by Leo at 03:23

Profile
Leo*
Jakarta
All mixed-up: hardworking-daydreaming, tolerant-ignorant, hectic-dynamic, sophisticated-complicated, simple-subtle
Ding of the Weeknew!
Just Write!

Free shoutbox @ ShoutMix
Archives
Previous Posts
Fellow Bloggers
Blog Essentials
Links
Credits
Powered by Blogger.cOm  Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.cOm  Shoutbox by ShoutMix.cOm
Skin Design by Wisa © 2004